Sedang perkara-perkara darurat adalah perkara yang seseorang terpaksa kepadanya yang dia gunakan untuk menghindarkan bahaya. Sedangkan menghindari bahaya itu wajib. Wajib atas seseorang jika dia melihat saudaranya dalam keadaan darurat, hendaknya dia menghilangkan perkara darurat tersebut. Jika dia melihat saudaranya darurat membutuhkan makanan, minuman, penghangat atau pendingin, dia wajib untuk memenuhi kebutuhan saudaranya dan dia wajib untuk menghilangkan dan mengenyahkan keadaannya yang darurat.
Sampai sebagian ulama berkata: "Kalau seseorang darurat butuh kepada makanan atau minuman yang dimiliki orang lain. Dan seseorang yang mempunyai makanan atau minuman itu tidak darurat butuh kepada makanan dan minuman ini, dan dia tidak memberikannya padahal orang itu meminta, kemudian karena itu orang yang dalam keadaan darurat butuh tadi meninggal, maka orang itu yang menjamin, karena dia menggampangkan untuk menolong saudaranya dari kebinasaan."
Adapun jika urusannya cuma sekadar kebutuhan bukan perkara yang darurat, maka yang lebih utama engkau menolong kebutuhannya dan engkau memudahkannya selama kebutuhan itu tidak mengandung bahaya bagi orang itu. Jika kebutuhan itu mengandung bahaya baginya maka jangan engkau menolongnya. Karena Allah berfirman:
{وَلاَ تَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ}
"Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (Al-Maidah: 2)
Kalau dimisalkan bahwa seseorang butuh untuk menghisap rokok, dia meminta engkau membantunya dengan membayarkan atau membelikan untuknya atau yang semisalnya, tidak boleh engkau membantunya meskipun dia butuh, meskipun engkau melihatnya sempit dia ingin untuk menghisap rokok, maka jangan engkau menolongnya karena firman Allah ta'ala: "Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." Hingga walaupun dia adalah bapakmu. Maka engkau jangan membantunya atas hal ini. Hingga walaupun dia marah kepadamu karena dia marah pada tempat yang tidak sepantasnya dia marah. Bahkan engkau jika tidak mau melaksanakan untuk bapakmu perkara yang membahayakannya, sesungguhnya engkau adalah orang yang berbakti kepadanya dan bukan orang yang durhaka kepadanya, karena inilah perbuatan ihsan. Maka agungkanlah perbuatan ihsan dengan engkau tidak menuruti bapakmu dalam perkara yang membahayakannya. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
((انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا)) فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ نَنْصُرُهُ إِنْ كَانَ ظَالِمًا؟ قَالَ: ((تَمْنَعُهُ مِنَ الظُّلْمِ فَذَلِكَ نَصْرُكَ إِياَّهُ))
"Tolonglah saudaramu baik dia menzhalimi atau dizhalimi.” Maka para shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana kami menolongnya jika dia orang yang menzhalimi?” Beliau berkata: “Engkau mencegahnya dari kezhaliman, maka hal tersebut adalah pertolonganmu kepadanya."[1]
Berdasarkan hal ini, maka apa yang disebutkan penulis dalam Bab Memenuhi Kebutuhan Kaum Muslimin, beliau maksudkan dengan hal itu kebutuhan-kebutuhan yang mubah. Maka seharusnya engkau membantu saudaramu atas hal itu. Sesungguhnya Allah akan menolongmu selama engkau menolong saudaramu.
[1] Shahih. HR. Al-Bukhari 2444, 6952, At-Tirmidzi 2255, dan Ahmad 3/99.
(Sumber: Syarah Riyadhush Shalihin karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar