Kita tentu belum lupa dengan kejadian bencana-bencana besar yang menimpa negeri kita, dari tsunami, gempa bumi, angin puting beliung, banjir, dan meletusnya gunung merapi di Jawa Tengah DIY, dan meningkatnya aktifitas gunung-gunung lainnya, yang ini mengurangi ketenangan kita.
Namun seakan itu hanya menjadi sebuah kebiasaan. Orang-orang menganggap itu ada perkara yang lazim, karena negeri kita terletak di daerah pertemuan lempeng tektonik atau daerah curah hujan tinggi, atau daerah ini dan itu. Sehingga manusia biasanya hanya memperkirakan, berusaha menghindari bencana dan menangani dampak bencana bila telah selesai. Terus menerus berulang, sehingga bencana diman-mana sudah menjadi berita harian. Kita berlindung kepada Allah dari berbagai musibah dan bencana, dan kita memohon kepada Allah untuk memberikan kepada kita al-afwu (pemaafan dosa kita) dan al-afiyah (keselamtan di dunia dan akhirat).
Bila satu bencana telah lewat, orang-orang pun kembali ke aktifitasnya semula. Bila ada bencana yang datang lagi mereka menyikapinya seperti yang dulu. Banyak orang malah memberikan sesajen kepada makhluk yang dianggap berkekuatan besar, apakah namanya sedekah bumi, atau sedekah laut atau sedekah gunung. Mereka menyembelih hewan untuk selain Allah. Mereka beristighatsah kepada selain Allah. Mereka tetap larut dalam kesyirikan, kekufuran, perbuatan bid'ah, dan kemaksiatan. Padahal perkara-perkara inilah yang sebenarnya menyebabkan datangnya berbagai bencana. Makhluk-makhluk Allah marah, tidak suka, tidak ridha dengan tingkah laku manusia yang melanggar aturan Penciptanya. Allah murka akibat perbuatan-perbuatan itu. Sehingga Allah menghalalkan bencana sebagai peringatan, ujian dan hukuman sekaligus. Hukuman bagi orang yang berbuat perbuatan yang menyebabkan Allah murka. Ujian dan peringatan bagi semuanya.
Banyak orang lalai untuk mengambil pelajaran dari hal itu padahal bencana-bencana itu terjadi berulang-ulang. Berikut ini akan kami bawakan sebuah nasehat yang disampaikan Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin rahimahullah dalam Kitab Beliau Syarah Riyadhush-Sholihin (1/13):
Ini adalah termasuk ujian (musibah) yang menyebabkan Allah menimpakan karenanya berbagai bencana. Bencana-bencana yang menimpa kita dan kita alami sekarang semuanya karena sebab dosa dan kemaksiatan (kesyirikan, kekufuran, kemunafikan, kebid'ahan, dan dosa lainnya)
Sebagaimana Allah berfirman:
"Dan musibah apa saja yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari perbuatan tanganmu)." (QS. Ay-Syuro: 30)
Sekarang kita lalai di Negeri kita, seakan-akan Allah Pencipta kita lalai dari diri kita, seakan-akan Dia tidak tahu, seakan-akan Dia tidak mengulur-ulur waktu terhadap orang-orang yang menzhalimi (dirinya sendiri dan orang lain dengan berbagai kemaksiatan) hingga bila Allah me..., Dia tidak akan melupakannya.
Manusia mengalami kejadian-kejadian ini, namun hati-hati mereka mengeras. Kita berlindung kepada Allah dari hal itu. Allah telah berfirman:
"Dan Kami telah menimpakan kepada mereka adzab (siksaan), namun mereka tidak tunduk kepada Rabb mereka, dan juga tidak merendahkan diri memohon kepada-Nya." (QS. Al-Mukminun: 76)
Allah telah menimpakan dan menurunkan adzab kepada mereka. Namun bersamaan dengan itu mereka tidak tunduk kepada Allah dan mereka tidak merendahkan diri mereka kepada-Nya dengan berdoa kepada-Nya. Mereka tidak takut kepada siksaan Allah yang tiba-tiba. Akan tetapi hati mereka mengeras. (Kita memohon keselamatan dari hal itu kepada Allah), dan bahkan hati-hati mereka mati, sampai-sampai terjadi kejadian-kejadian (yang terulang) yang dianggap biasa. Kita berlindung kepada Allah dari matinya hati dan kerasnya hati.
Kalaulah tidak, seandainya manusia masih berakal dan mempunyai pengetahuan, serta hati mereka masih hidup, mereka tidak akan menempuh jalan yang kita jalani sekarang."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar