FATWA SYAIKH IBNU UTSAIMIN RAHIMAHULLAH
S: Apakah taswiyatush shufuf (meratakan shof) itu termasuk dengan mengedepankan para lelaki dewasa dan mengakhirkan anak-anak?
J: Sebagian ulama berkata: “Ini termasuk dari meratakan shof dan bagian kesempurnaan shof”, yaitu dengan para lelaki yang telah baligh berada di belakang imam dan anak-anak berada di belakang mereka.
Jika ada 100 orang lelaki mendekati satu shof dan 100 anak yang mendekati setengah shof. Kemudian kita menjadikan 100 orang lelaki dewasa sebagai shof pertama dan 100 anak-anak sebagai shof kedua. Dan kalau ada anak kecil maju ke shof pertama, kita mengakhirkannya, karena ratanya shof itu dengan menjadikan para lelaki yang baligh itu yang di depan.
Dan yang dijadikan dalil sandaran untuk hal itu adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
((لِيَلِنِي مِنْكُمْ أُوْلُوا اْلأَحْلاَمِ وَالنُّهَى))
“Hendaklah orang yang di belakangku dari kalian adalah orang-orang yang dewasa dan berakal.” (HR. Muslim)
Namun, pendapat ini perlu diteliti ulang.
Bahkan kami berpendapat: Sesungguhnya anak-anak jika mendahului ke satu tempat, maka mereka berhak dengannya daripada yang lainnya, karena keumuman dalil yang menunjukkan bahwa orang yang mendahului kepada perkara yang tidak didahului oleh seorang pun maka dia yang berhak dengannya. Sedangkan masjid-masjid itu adalah rumah-rumah Allah. Sama (haknya) di sana antara para hamba Allah. Jika satu anak maju ke shof pertama –misalnya- dan dia duduk, hendaknya dia tetap di tempatnya. Karena kalau kita berpendapat untuk menggeser anak-anak dari tempat yang utama dan kita menempatkan mereka di satu tempat, maka hal itu akan menyebabkan mereka bermain-main, karena mereka menyendiri dalam satu shof. Kemudian di sana juga ada ganjalan (musykilah): jika beberapa orang lelaki dewasa masuk setelah jamaah berada di shofnya masing-masing, apakah mereka akan mengembalikan anak-anak itu (ke belakang) padahal mereka sedang sholat. Jika anak-anak itu tetap dalam satu shof penuh, maka mereka akan mengganggu para lelaki dewasa yang di belakangnya.
Kemudian mengakhirkan mereka dari shof pertama setelah mereka berada di shof pertama, hal itu akan menyebabkan dua perkara:
Pertama: Bencinya anak-anak kepada masjid, karena anak-anak meskipun mereka masih kecil, janganlah engkau meremehkannya sehingga akan tergores sesuatu di dalam hatinya.
Kedua: Bencinya dia kepada orang-orang yang mengakhirkan dia dari shof tersebut.
Intinya, bahwa pendapat di atas adalah pendapat yang lemah, yaitu: pendapat untuk mengakhirkan anak-anak dari tempat-tempat mereka. Sedangkan sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam:
((لِيَلِنِي مِنْكُمْ أُوْلُوا اْلأَحْلاَمِ وَالنُّهَى))
“Hendaklah orang yang di belakangku dari kalian adalah orang-orang yang dewasa dan berakal.” (HR. Muslim)
Maka maksud beliau adalah mendorong orang-orang yang telah baligh dan berakal untuk maju, bukan mengakhirkan anak-anak dari tempat-tempat mereka.
(Kitab Asy-Syarh Al-Mumthi: Kitabush Sholah: Bab Sifat Sholat (3/4))
***
S: Apakah taswiyatush shufuf (meratakan shof) itu termasuk dengan mengedepankan para lelaki dewasa dan mengakhirkan anak-anak?
J: Sebagian ulama berkata: “Ini termasuk dari meratakan shof dan bagian kesempurnaan shof”, yaitu dengan para lelaki yang telah baligh berada di belakang imam dan anak-anak berada di belakang mereka.
Jika ada 100 orang lelaki mendekati satu shof dan 100 anak yang mendekati setengah shof. Kemudian kita menjadikan 100 orang lelaki dewasa sebagai shof pertama dan 100 anak-anak sebagai shof kedua. Dan kalau ada anak kecil maju ke shof pertama, kita mengakhirkannya, karena ratanya shof itu dengan menjadikan para lelaki yang baligh itu yang di depan.
Dan yang dijadikan dalil sandaran untuk hal itu adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
((لِيَلِنِي مِنْكُمْ أُوْلُوا اْلأَحْلاَمِ وَالنُّهَى))
“Hendaklah orang yang di belakangku dari kalian adalah orang-orang yang dewasa dan berakal.” (HR. Muslim)
Namun, pendapat ini perlu diteliti ulang.
Bahkan kami berpendapat: Sesungguhnya anak-anak jika mendahului ke satu tempat, maka mereka berhak dengannya daripada yang lainnya, karena keumuman dalil yang menunjukkan bahwa orang yang mendahului kepada perkara yang tidak didahului oleh seorang pun maka dia yang berhak dengannya. Sedangkan masjid-masjid itu adalah rumah-rumah Allah. Sama (haknya) di sana antara para hamba Allah. Jika satu anak maju ke shof pertama –misalnya- dan dia duduk, hendaknya dia tetap di tempatnya. Karena kalau kita berpendapat untuk menggeser anak-anak dari tempat yang utama dan kita menempatkan mereka di satu tempat, maka hal itu akan menyebabkan mereka bermain-main, karena mereka menyendiri dalam satu shof. Kemudian di sana juga ada ganjalan (musykilah): jika beberapa orang lelaki dewasa masuk setelah jamaah berada di shofnya masing-masing, apakah mereka akan mengembalikan anak-anak itu (ke belakang) padahal mereka sedang sholat. Jika anak-anak itu tetap dalam satu shof penuh, maka mereka akan mengganggu para lelaki dewasa yang di belakangnya.
Kemudian mengakhirkan mereka dari shof pertama setelah mereka berada di shof pertama, hal itu akan menyebabkan dua perkara:
Pertama: Bencinya anak-anak kepada masjid, karena anak-anak meskipun mereka masih kecil, janganlah engkau meremehkannya sehingga akan tergores sesuatu di dalam hatinya.
Kedua: Bencinya dia kepada orang-orang yang mengakhirkan dia dari shof tersebut.
Intinya, bahwa pendapat di atas adalah pendapat yang lemah, yaitu: pendapat untuk mengakhirkan anak-anak dari tempat-tempat mereka. Sedangkan sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam:
((لِيَلِنِي مِنْكُمْ أُوْلُوا اْلأَحْلاَمِ وَالنُّهَى))
“Hendaklah orang yang di belakangku dari kalian adalah orang-orang yang dewasa dan berakal.” (HR. Muslim)
Maka maksud beliau adalah mendorong orang-orang yang telah baligh dan berakal untuk maju, bukan mengakhirkan anak-anak dari tempat-tempat mereka.
(Kitab Asy-Syarh Al-Mumthi: Kitabush Sholah: Bab Sifat Sholat (3/4))
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar