Perkara Kedua setelah Akhlak kepada Sang Pencipta adalah akhlak yang baik dalam bermuamalah dengan makhluk. Akhlak yang baik bersama makhluk telah didefinisikan sebagian ulama bahwa ia adalah:
كَفُّ اْلأَذَى،
وَبَذْلُ النَّدَى،
وَطَلاَقَةُ الْوَجْهِ.
وَبَذْلُ النَّدَى،
وَطَلاَقَةُ الْوَجْهِ.
Menahan diri dari mengganggu orang lain,
mencurahkan kedermawanan,
dan wajah yang berseri-seri.
mencurahkan kedermawanan,
dan wajah yang berseri-seri.
Disebutkan hal itu dari Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah. Lihat Al-Adab Asy-Syar’iyyah (2/216).
Pertama: Makna menahan gangguan
Makna menahan gangguan: seseorang menahan gangguannya terhadap orang lain baik mengganggu dalam masalah harta, atau berkaitan dengan jiwa, atau berkaitan dengan kehormatan. Maka barangsiapa yang tidak menahan diri dari mengganggu orang lain, maka dia bukanlah orang yang baik akhlaknya, bahkan dia orang yang jelek akhlaknya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengumumkan haramnya mengganggu seorang muslim dengan gangguan macam apapun. Hal itu terjadi di perkumpulan terbesar beliau berkumpul dengan ummatnya, dimana beliau berkata:
((إِنَّ دِمَاءَكُمْ، وَأَمْوَالَكُمْ، وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا))
“Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, kehormatan kalian, atas kalian haram, seperti haramnya hari kalian ini (Arafah), pada bulan kalian ini (Dzulhijjah), di negeri kalian ini (Makkah).”[1]
Jika seseorang melanggar hak orang lain dengan mengambil hartanya, atau melanggar hak orang lain dengan menipu, atau melanggar hak orang lain dengan khianat, atau melanggar hak orang lain dengan memukul dan berbuat kejahatan, atau melanggar hak orang lain dengan mencerca, ghibah, dan adu domba, tidaklah orang ini orang yang baik akhlaknya terhadap manusia, karena dia tidak menahan gangguannya. Dan dosanya semakin besar bila dia mengarahkan kepada orang yang mempunyai hak atasmu lebih besar.
Berbuat buruk kepada kedua orang tua –misalnya- lebih besar daripada kepada selain keduanya. Berbuat buruk kepada orang-orang dekat lebih besar daripada berbuat buruk kepada orang-orang yang jauh. Berbuat buruk kepada tetangga lebih besar daripada berbuat buruk kepada orang-orang yang tidak menjadi tetangga bagimu. Oleh karena itu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
((وَاللهِ لاَ يُؤْمِنُ، وَاللهِ لاَ يُؤْمِنُ، وَاللهِ لاَ يُؤْمِنُ)) قَالُوْا: مَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: ((مَنْ لاَ يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ))
"Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman." Mereka bertanya: "Siapa wahai Rasulullah?" beliau menjawab: "Orang yang tetangganya tidak merasa aman dari kejelekan-kejelekannya."[2]
(Bersambung)
[1] Shahih. HR. Al-Bukhari 67, 1741, 4406 dan Muslim 1679.
[2] Shahih. HR. Al-Bukhari 6016 dan Muslim semisalnya 46.
(Sumber: Makarimul Akhlaq oleh:Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar