4.7.10

Menerima Kabar-Kabar Allah Dengan Cara Membenarkannya

Oleh: Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah

Menerima kabar-kabar Allah dengan cara membenarkannya, dari sisi dimana tidak terjadi pada seseorang keraguan atau kebimbangan dalam membenarkan kabar Allah tabaraka wa ta’ala. Karena kabar Allah itu berasal dari ilmu. Dan Allah adalah yang paling benar dalam ucapan-Nya, sebagaimana Allah berfirman tentang dirinya:
{وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ حَدِيثًا}
"Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan(nya) daripada Allah?" (An-Nisa': 87)

Pembenaran kabar-kabar Allah mengkonsekuensikan seorang untuk percaya penuh terhadap Allah dan membela kabar-kabar-Nya, berjihad dengan kabar-kabar-Nya dan di jalan kabar-kabar Allah, dimana dia tidak dirasuki keraguan atau kesamaran terhadap pengkabaran Allah dan pengkabaran Rasul-Nya. Jika seorang hamba berakhlak dengan akhlak ini, akan mungkin baginya untuk menolak syubhat (kesamaran) apapun yang dibawa oleh orang-orang yang bermain-main dengan kabar-kabar Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, baik mereka berasal dari kaum muslimin yang mengada-adakan bid'ah (perkara baru) dalam agama Allah yang tidak berasal darinya, ataukah mereka berasal dari selain kaum muslimin yang melemparkan syubhat-syubhat pada hati-hati kaum muslimin dengan tujuan untuk memfitnah mereka dan menyesatkan mereka.

Akan kami bawakan sebuah permisalan untuk hal itu -Hadits Dzubab (hadits tentang lalat)-.
Telah tsabit dalam Shahih Al-Bukhari[1] dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
((إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ ثُمَّ لِيَطْرَحْهُ فَإِنَّ فِي أَحَدِ جَنَاحَيْهِ دَاءٌ وَفِي اْلآخِرِ شِفَاءٌ()
"Jika seekor lalat jatuh dalam minuman salah seorang di antara kalian, maka celupkanlah lalat itu, kemudian buanglah, sesungguhnya pada salah satu dari dua sayapnya ada penyakit dan pada yang lainnya ada obatnya."

Ini adalah kabar yang berasal dari Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau dalam perkara-perkara ghaib tidak berbicara dari hawa nafsunya, beliau tidaklah berbicara kecuali dengan wahyu yang diturunkan Allah kepadanya, karena beliau adalah seorang manusia dan manusia itu tidak mengetahui perkara ghaib. Bahkan Allah berfirman kepada beliau:
{قُلْ لاَ أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلاَ أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلاَ أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلاَّ مَا يُوحَى إِلَيَّ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَى وَالْبَصِيرُ أَفَلاَ تَتَفَكَّرُونَ}
"Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: ‘Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?’ Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?" (Al-An'am: 50)

Kabar ini, wajib atas kita untuk menyikapinya dengan akhlak yang baik. Dan akhlak yang baik terhadap kabar ini terwujud dengan kita menerimanya dan tunduk. Sehingga kita memastikan bahwa yang dikatakan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits ini adalah benar dan jujur, meskipun diprotes oleh orang-orang yang keberatan. Dan kita mengetahui dengan ilmul yaqin (seyakin-yakinnya) bahwa setiap yang menyelisihi riwayat yang shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah bathil, karena Allah ta'ala berfirman:
{فَذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمُ الْحَقُّ فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلاَّ الضَّلاَلُ فَأَنَّى تُصْرَفُونَ}
"Maka (Dzat yang demikian) itulah Allah Rabb kamu yang sebenarnya; maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)?" (Yunus: 32)


Permisalan yang lain dari kabar hari kiamat.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan:
((أَنَّ الشَّمْسَ تَدْنُو مِنَ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقَدْرِ مِيْلٍ))
"Sesungguhnya matahari mendekati para makhluk pada hari kiamat sejarak satu mil."[2]

Baik mil ini (yang dimaksud) adalah mil alat untuk bercelak pada mata atau mil jarak. Sesungguhnya jarak antara matahari dan kepala-kepala makhluk ini sangat kecil, namun bersamaan dengan ini manusia tidak terbakar dengan panasnya. Padahal matahari kalau mendekat sekarang di dunia sejarak ujung jari-jemari, sungguh akan terbakar bumi dan makhluk yang ada di atasnya.

Kadang seseorang berkata: Bagaimana matahari mendekati kepala-kepala makhluk pada hari kiamat dengan jarak ini, kemudian manusia tetap sekejap mata tanpa terbakar? Kami mengatakan kepada orang ini: Wajib kamu berakhlak baik terhadap hadits ini.

Akhlak yang baik terhadap hadits ini terwujud dengan kita menerimanya dan membenarkannya dan tidak ada di dada kita rasa berat darinya, rasa sempit, dan keraguan, dan hendaknya kita mengetahui bahwa yang dikabarkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hal ini adalah benar. Akan tetapi ada pembeda yang besar antara keadaan manusia di dunia dan keadaan mereka di akhirat, dimana tidak mungkin kita menganalogikan keadaan dunia dengan keadaan akhirat, karena keberadaan perbedaan yang besar. Kita mengetahui bahwa manusia berdiri pada hari kiamat 50.000 tahun!! Dan dengan analogi yang ada di dunia, apakah mungkin seorang manusia berdiri selama 50.000 jam, bahkan apakah mungkin seorang manusia berdiri selama 50.000 menit?

Jawabnya: Hal itu tidak mungkin. Jadi perbedaannya besar. Jika demikian, maka sesungguhnya seorang mukmin menerima kabar seperti ini dengan dada yang lapang dan tenang, dan pemahamannya menjadi lapang untuknya dan hatinya terbuka terhadap perkara yang ditunjukkan olehnya.


[1] Shahih. HR. Al-Bukhari 5782, Abu Dawud dengan semisalnya 3844, Ibnu Majah 3505, dan Ahmad (2/246).
[2] Shahih. HR. Muslim 2864 dan At-Tirmidzi 2421.

(Sumber: Makarimul Akhlaq)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar