9.5.10

Do’a dan Istighatsah Adalah Ibadah

Oleh: Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu


Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Tirmidzi menunjukkan bahwa do’a merupakan jenis ibadah yang paling penting. Karena sebagaimana shalat tidak boleh ditujukan kepada seorang rasul atau wali. Demikian pula tidak boleh berdo’a kepada seorang rasul atau wali.

1. Orang yang mengatakan “Ya Rasulullah atau hai orang yang ghaib, berilah aku pertolongan dan anugrah”, berarti berdo’a kepada selain Allah, meskipun niatnya bahwa yang memberi pertolongan itu Allah. Permisalannya adalah seperti seseorang yang berbuat syirik kepada Allah, dan bekata: “Aku dalam niatku bahwa sesembahan itu satu.” Maka hal ini tidak bisa diterima dari orang itu. Karena ucapan dia menunjukkan atas sesuatu yang berbeda dengan niatnya. Mesti harus ada kesesuaian kata antara niat dan keyakinan. Itu merupakan sebuah kesyirikan dan kekufuran yang tidak diampuni oleh Allah kecuali bila orang itu bertaubat.

(Demikian pula orang yang berkata, ”Saya shalat untuk Rasul atau wali” meskipun dalam hatinya untuk Allah, shalat seperti itu tidak akan diterima, karena ucapannya berlawanan dengan hatinya. Ucapan harus sesuai dengan niat dan keyakinan. Bila tidak demikian maka perbuatannya termasuk syirik yang tidak diampuni selain dengan taubat.)

2. Apabila ia mengatakan: “Aku dalam niatku bahwa Nabi atau wali itu sebagai perantara kepada Allah, seperti menghadap raja, perlu seorang perantara.” Maka yang demikian itu merupakan menyamakan (tasybih) Allah dengan makhluk yang zhalim. Tasybih seperti itu akan menyeretnya kepada kekufuran.

Padahal Allah telah berfirman yang menyatakan kesuciannya daripada penyamaan dengan makhluk-Nya baik dalam dzat, sifat maupun perbuatan-Nya. Firmannya :

( ليس كمثله شيء وهو السميع البصير )
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
(As-Syura : 11).

3. Orang-orang musyrik pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meyakini bahwa Allah pencipta dan pemberi rizki, tetapi mereka berdo’a kepada wali-wali (pelindung) mereka yang digambarkan dalam wujud patung.

Mereka beranggapan bahwa patung-patung itu menjadi perantara yang dapat mendekatkan mereka kepada Allah. Ternyata Allah tidak mentolerir perbuatan mereka itu bahkan mengkafirkan mereka dengan firmanNya :

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ

“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah berkata: kami tidak menyembah mereka kecuali hanya agar mereka dapat mendekatkan diri kami kepada Allah sedekat-dekatnya. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sungguh Allah tidak memberikan petunjuk kepda orang-orang yang dusta dan sangat ingkar.” (Az-Zumar : 3).

Allah itu dekat dan mendengar, tidak perlu perantara. Firmannya :

 وإذا سألك عبادي فإني قريب 

“Apabila hamba-Ku bertanya kepadamu tentang diri-Ku, maka sesungguhnya Aku dekat.” (Al-Baqarah: 186).

4. Orang-orang musyrik dulu (di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) apabila berada dalam bahaya berdo’a hanya kepada Allah saja, tetapi setelah selamat dari bahaya mereka berdo’a kepada pelindung-pelindungnya berupa patung-patung, sehingga Allah menyebut mereka sebagai orang kafir.
Firmannya :

 وَجَاءهُمُ الْمَوْجُ مِن كُلِّ مَكَانٍ وَظَنُّواْ أَنَّهُمْ أُحِيطَ بِهِمْ دَعَوُاْ اللّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ لَئِنْ أَنجَيْتَنَا مِنْ هَذِهِ لَنَكُونَنِّ مِنَ الشَّاكِرِينَ

“Dan apabila gelombang dari segenap penjuru menimpanya dan mereka yakin bahwa mereka dalam kepungan bahaya, mereka berdo’a kepada Allah dengan ikhlas semata-mata kepadanya. Mereka berkata: sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur.” (Yunus : 22).

Maka kenapa sejumlah kaum muslimin berdo’a kepada para rasul dan orang-orang shaleh (selain Allah). Mereka meminta pertolongan daripadanya, baik di waktu susah maupun gembira. Apakah mereka tidak membaca firman Allah :

وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّن يَدْعُو مِن دُونِ اللَّهِ مَن لَّا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَومِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَن دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ * وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاء وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ

“Siapa gerangan yang lebih sesat daripada orang yang berdo’a kepada selain Allah, yaitu kepada orang yang tidak dapat memberikan pertolongan sampai hari kiamat, sedangkan mereka sendiri lalai akan do’a mereka. Dan apabila mereka dikumpulkan pada hari kiamat, niscaya sesembahan mereka akan menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan mereka.” (Al-Ahqaf : 5-6).

5. Banyak orang yang menyangka bahwa kaum musyrikin yang disebut dalam Al-Qur’an itu adalah orang yang menyembah patung yang terbuat dari batu. Anggapan itu keliru, sebab patung-patung itu dahulunya adalah nama-nama orang shaleh. Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengenai firman Allah dalam Surat Nuh:

(وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا)

“Dan mereka berkata: jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhanmu dan jangan pula meninggalkan WADD, SUWA, YAGHUTS, YA’UQ dan NASR.” (Nuh: 23).

Ibnu Abbas mengatakan bahwa nama-nama tersebut adalah nama-nama orang-orang shaleh umat Nabi Nuh ‘alaihis salam. Setelah mereka mati, setan membisikkan kepada para pengikutnya agar di tempat duduk mereka, didirikan monumen-monumen yang diberi nama dengan nama mereka. Mereka melaksanakannya namun patung-patung itu belum sampai disembah. Setelah pembuat patung-patung itu mati dan generasi berikutnya tidak lagi mengetahui asal-usulnya, patung-patung itu ahirnya disembah.

6. Allah membantah orang-orang yang berdo’a kepada para nabi dan wali:

قُلِ ادْعُواْ الَّذِينَ زَعَمْتُم مِّن دُونِهِ فَلاَ يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنكُمْ وَلاَ تَحْوِيلاً * أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا

“Katakanlah, panggillah mereka yang kamu anggap tuhan selain Allah. Mereka tidak mempunyai kekuasaan untuk menolak bahaya daripadamu dan tidak pula memindahkannya. Orang-orang yang mereka seru itu sendiri justru mencari jalan kepada Tuhan mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat dengan Allah dan juga mengharapkan rahmat-Nya serta takut akan adzab-Nya. Sungguh adzab Tuhanmu itu sesuatu yang patut ditakuti.” (Al-Isra’: 56-57).

Imam Ibnu Katsir menafsirkan bahwa ayat ini turun mengenai sekelompok manusia yang menyembah jin dan berdo’a kepadanya. Jin tersebut kemudian masuk Islam.
Ada juga yang mengatakan bahwa ayat ini turun mengenai orang-orang yang berdo’a kepada Isa Al-Masih dan malaikat. Dari keterangan-keterangan di atas telah jelas bahwa ayat ini membantah dan mengingkari orang-orang yang berdo’a kepada selain Allah, meskipun kepada seorang nabi atau wali.

7. Ada orang yang menyangka bahwa minta tolong (istighatsah) kepada selain Allah itu boleh dengan alasan bahwa yang memberi pertolongan sebenarnya adalah Allah. Sedangkan istighatsah kepada Rasul dan wali-wali itu hanya majaz saja (hanya dalam pengugkapan saja), seperti ada orang yang berkata: “Saya disembuhkan oleh obat dan dokter.” Pendapat ini salah dan dibantah oleh firman Allah yang mengisahkan do’a Nabi Ibrahim alaihis salam:

( الذين خلقني فهو يهدين. والذين هو يطعمني ويسقين. وإذا مرضت فهو يشفين )

“Allah lah yang menciptakan aku, maka Dialah yang memberikan petunjuk kepadaku. Dialah yang memberi makan dan minum aku. Dan apabila aku sakit Dialah yang menyembuhkanku.” (Asy-Syu'araa’ : 78-80).

Ayat ini menerangkan bahwa pemberi petunjuk, rezki dan kesembuhan adalah Allah saja bukan yang lain, sedangkan obat hanyalah sebagai sebab saja dan tidak menyembuhkan.

8. Banyak orang yang tidak dapat membedakan antara istighatsah kepada orang hidup dan istighatsah kepada orang mati. Firman Allah :

( وما يستوي الأحياء ولا الأموات )

“Tidaklah sama orang yang hidup dengan orang yang mati.” (Fathir: 22).

( فاستغاثه الذي من شيعته على الذين من عدوه )

“Nabi Musa dimintai tolong oleh seorang dari golongannya untuk mengalahkan musuh orang itu.” (Al-Qashash : 15).

Ayat ini menceritakan tentang seorang yang minta tolong kepada Musa agar melindunginya dari musuhnya dan Musa pun menolongnya:

( فوكزه موسى فقضى عليه )

“Dan Musa meninjunya sehingga matilah musuh itu.”
(Al-Qashash: 15)

Adapun orang mati tidak boleh kita meminta tolong kepadanya karena ia tidak dapat mendengar do’a kita. Andaikata mendengar pun ia tidak akan dapat memenuhi permintaan kita karena ia tidak dapat melakukannya. Firman Allah :

إِن تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِير 

“Apabila kamu berdo’a kepada mereka, mereka tidak dapat mendengar do’a kamu dan seandainya mereka dapat mendengar, mereka tidak dapat memenuhi permintaanmu. Dan pada hari kiamat mereka akan mengingkari kesyirikanmu.” (Fathir : 14).

Ini adalah nash yang sangat jelas/gamblang yang menunjukkan bahwa berdoa kepada orang mati dan orang-orang ghaib (yang tidak ada di hadapan kita) adalah sebuah kesyirikan.

والذين يدعون من دون الله لا يخلقون شيئا وهم يخلقون. أموات غير أحياء وما يشعرون أيان يبعثون

“Dan berhala-berhala yang mereka seru selain Allah itu tidak dapat membuat sesuatu apapun sedang mereka sendiri dibuat orang. Mereka itu benda mati, tidak hidup dan mereka itu tidak dapat mengetahui kapan akan dibangkitkan.”
(An-Nahl: 20-21).

9. Dalam hadits-hadits shahih terdapat keterangan bahwa manusia pada hari kiamat nanti mendatangi para nabi untuk minta syafaat, sampai mereka mendatangi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta syafaat agar segera dibebaskan. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Ya, memang saya dapat memberi syafaat.” Kemudian beliau sujud di bawah Arsy dan memohon kepada Allah agar mereka segera dibebaskan dan dipercepat proses penghisabannya. Syafaat ini adalah berupa permohonan dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan waktu itu beliau dalam keadaan hidup, dimana beliau dapat berbicara dengan mereka lalu beliau memohonkan syafaat untuk mereka di sisi Allah dan mendoakan kebaikan untuk mereka untuk segera diberi kelapangan. Itulah yang diperbuat Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam.
10. Argumen yang paling tepat untuk membedakan antara memohon kepada orang mati dan orang hidup adalah apa yang dilakukan Umar bin Khatthab pada waktu terjadi kekeringan dimana beliau meminta kepada Al-Abbas paman Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang masih hidup saat itu) untuk mendo’akan mereka, dan Umar tidak minta tolong kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah beliau wafat.
11. Ada sejumlah ulama yang menyangka bahwa tawassul itu sama dengan istighatsah, padahal perbedaan antara keduanya besar sekali. Tawassul adalah berdo’a kepada Allah melalui perantara, seperti, wahai Allah, dengan perantaraan cintaku kepadamu dan cintaku kepada Rasulmu bebaskanlah kami. Do’a dengan cara tawassul seperti ini boleh.
Sedang istighatsah adalah berdo’a kepada selain Allah seperti, wahai Rasululloh, bebaskanlah kami. Ini tidak boleh, bahkan termasuk syirik besar berdasarkan firman Allah:
( ولا تدع من دون الله ما لا ينفعك ولا يضرك فإن فعلت فإنك إذا من الظالمين )

“Dan janganlah kamu berdo’a kepada selain Allah, yang tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi madharat kepadamu, sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang zalim (musyrik).” (Yunus: 106).

“Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya.’ Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudharatanpun kepadamu dan tidak (pula) suatu kemanfaatan’." (Jin: 20-21)

Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Jika engkau meminta, mintalah kepada Allah. Dan jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah.” (HR. At-Tirmidzi. Beliau berkata: Hasan Shahih)

(Sumber: Taujihat Islamiyyah Li Ishlah Al-Mujtama’)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar