Oleh: Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
Kitab Fadhul Islam bag 9:
BAB BAHWASANYA ALLAH MENGHALANGI TAUBATNYA PELAKU BID’AH1
Ini diriwayatkan dari hadits Anas dan dari riwayat-riwayat mursal Al-Hasan. Dan Ibnu Wadhoh menyebutkan dari Ayyub, dia berkata: “Dulu diantara kami ada seseorang yang memiliki suatu pemikiran (bid’ah), kemudian dia meninggalkan pemikirannya tersebut. Kemudian aku mendatangi Muhammad bin Sirin, kemudian aku berkata (kepadanya), “Apakah kamu tahu bahwa fulan telah meninggalkan pemikirannya.” Maka Muhammad bin Sirin berkata, “Lihatlah kemana dia berpindah! Sesungguhnya akhir perkaranya lebih dahsyat dari awalnya.
(( يمرقون من الإسلام كما يمرق السهم من الرمية ثم لا يعودون إليه))
“Mereka keluar dari Islam sebagaimana keluarnya anak panah dari sasarannya kemudian tak kembali lagi.”
Ahmad bin Hanbal pernah ditanya tentang makna hal itu, maka beliau menjawab, “Mereka tidak diberi taufik untuk bertaubat.”
========================
Ta’liq Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah
1. Maksud dari bab ini adalah untuk menerangkan tentang bahaya bid’ah. Dan termasuk dari bahaya-bahaya bid’ah adalah pelaku bid’ah tidak diberi taufik untuk bertaubat. Pelaku bid’ah itu memandang bahwa dirinya itu benar dan terus di atas kebathilan. Ini merupakan bahaya-bahaya dan bencana-bencana bid’ah. Maka wajib untuk berhati-hati dari bid’ah-bid’ah karena satu kejelekan yang sangat besar sebagaimana yang telah disebutkan oleh Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam hadits yang shohih:
(من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد)
“Barangsiapa yang membuat suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan tersebut tertolak.”
Dan juga beliau bersabda:
(كل بدعة ضلالة)
“Setiap bid’ah itu sesat.”
Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah.
=> Asy-Syaikh Ibnu Baz –rohimahullah- ditanya: “Shohihkah hadits:
(( إن الله احتجز التوبة على كل صاحب بدعة))
“Sesungguhnya Allah menghalangi taubat atas setiap pelaku bid’ah”?
Asy-Syaikh menjawab: “ Hadits ini perlu diteliti dan ditinjau sanadnya. Rujuklah **.
Akan tetapi ditakutkan atas mereka. Hal itu karena umumnya mereka menganggap baik pemikiran-pemikiran mereka dan tetap berada di atas pemikiran-pemikiran itu. Kita memohon al’afiyah (keselamatan) kepada Allah. Jika tidak, maka sesungguhnya kebanyakan ahlul bid’ah itu telah bertaubat dan Allah menerima taubat-taubat mereka. Dan jika shohih hadits tersebut, maka bab ini masuk dalam bab ancaman dan peringatan. Kita memohon al-‘afiyah (keselamatan) kepada Allah. Semisal dengan apa yang disabdakan oleh Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang Madinah:
(( مَنْ أَحْدَثَ فِيهَا حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ لَا يَقْبَلُ اللَّهُ مِنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَرْفًا وَلَا عَدْلًا ))
“Dan barangsiapa yang membuat suatu perkara yang baru di Madinah atau melindungi para pelaku bid’ah, maka dia akan menanggung laknat Allah, para malaikat, dan manusia seluruhnya. Dan pada hari kiamat nanti Allah tidak akan menerima darinya amalan yang wajib atau yang nafilahnya (atau taubatnya dan fidyahnya (tebusannya)).”
Ini termasuk dalam bab ancaman. Jika tidak, maka barangsiapa yang bertaubat, maka Allah akan menerima taubatnya.”
(**) Kemudian Asy-Syaikh memberikan jawaban pada salah satu pelajaran beliau tentang sebuah hadits, yang secara makna beliau berkata:
“Inilah yang benar, bahwa Allah akan menutupi taubat dari pelaku bid’ah. Dan maknanya: bahwasanya pelaku bid’ah itu menganggap baik bid’ahnya itu dan menyangka bahwa dia benar. Oleh karena itu pada umumnya pelaku bid’ah itu mati di atas kebid’ahannya. Kita memohon perlindungan kepada Allah. Karena dia memandang dirinya benar, berbeda dengan pelaku maksiat yang tahu bahwa dia bermaksiat, dia berdosa, dan dia salah, kemudian dia bertaubat, dan sungguh niscaya Allah menerima taubat mereka. Akan tetapi pelaku bid’ah itu dalam bahaya, dia menganggap baik bid’ahnya dan mengikuti hawa nafsunya. Oleh karena itu dia berada dalam bahaya. Sehingga dia ditutupi dari taubat karena dia menganggap baik bid’ah dan dia menyangka bahwa dia di atas hidayah dan keyakinan dan dia benar.
Adapun jika Allah memberi hidayah kepadanya dan memberi bashiroh kepadanya, sehingga dia bertaubat, maka Allah akan menerima taubatnya. Dan seluruh dosa jika seorang hamba bertaubat dari dosa-dosa tersebut, maka Allah akan menerima taubatnya, bahkan walaupun kesyirikan yang lebih besar daripada bid’ah. Maka perbuatan kekufuran kepada Allah jika pelakunya bertaubat darinya maka Allah akan menerima taubatnya. Maka orang-orang kufar dari kalangan bangsa Quroisy dan selain mereka, ketika mereka bertaubat maka Allah menerima taubat mereka. Demikian pula dengan para tukang sihirnya Fir’aun, ketika mereka bertaubat maka Allah menerima taubat mereka. Maka demikian juga dengan pelaku bid’ah, apabila Allah memberi bashiroh kepadanya dan dia bertaubat dari kebid’ahan tersebut maka Allah akan menerima taubatnya. Maka ini termasuk dalam bab ancaman, ini semisal dengan apa yang terkandung dalam hadits shohih:
(( مَنْ أَحْدَثَ فِيهَا حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ لَا يَقْبَلُ اللَّهُ مِنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَرْفًا وَلَا عَدْلًا ))
““Dan barangsiapa yang membuat suatu perkara yang baru di Madinah atau melindungi para pelaku bid’ah, maka dia menanggung laknat Allah, para malaikat, dan manusia seluruhnya, dan pada hari kiamat nanti Allah tidak akan menerima darinya amalan wajibnya dan nafilahnya (atau taubatnya dan fidyahnya (tebusannya)).”
Maka ini termasuk bab memberikan ancaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar