tag:blogger.com,1999:blog-34212795256605687672024-03-14T12:58:47.284+07:00Bimbingan Islam | ahlussunnah wal jama-ah | salafiyBimbingan, nasehat, dan fatwa ulama ahlussunnah wal jama-ah, ajaran Islam sesuai pemahaman salaf shalehUnknownnoreply@blogger.comBlogger161125tag:blogger.com,1999:blog-3421279525660568767.post-32171175596817789292011-11-23T10:21:00.001+07:002011-12-02T13:53:14.754+07:00Hukum Ucapan Selamat Tahun Baru Hijriyyah, Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin Dan Syaikh Ibnu Baz<h4 style="text-align: justify;"><b>Fatwa Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz bin Baz <i>rahimahullah</i></b></h4><div style="text-align: justify;"><b>Syaikh Bin Baz</b> rahimahullah ditanya: Kita sedang berada pada awal tahun baru hijriyah, sebagian orang saling bertukar ucapan salam dengan tahun baru hijriyah dengan mengucapkan: ‘Semoga anda dalam kebaikan pada seluruh tahun”, apa hukum syariat tentang ucapan selamat ini?</div><a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><b>Beliau menjawab:</b> <i>Bismillahirrahmanirrahim. Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Semoga shalawat dan sallam terlimpah atas hamba dan rasul-Nya, orang terbaik dari makhluk-Nya, orang kepercayaan-Nya untuk menyampaikan wahyu, nabi kita, imam kita, penghulu kita, Muhammad bin Abdillah, juga kepada keluarganya, para shahabatnya serta orang yang menempuh jalannya serta mengambil petunjuknya sampai hari pembalasan nanti. Amma ba’du:</i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ucapan selamat tahun baru, kami tidak mengetahui ada asalnya dari salaf shaleh. Kami tidak mengetahui juga dalil dari as-sunnah atau dari al-Qur’an yang menunjukkan disyariatkannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tetapi bila ada orang mulai mengucapkan selamat dengan hal itu, tidak mengapa engkau membalas: ‘demikian juga engkau’. Jika ada orang mengucapkan ‘semoga seluruh tahun anda dalam kebaikan’ maka tidak apa-apa engkau membalas ‘demikian juga anda’, ‘kami memohon kepada Allah setiap kebaikan untuk kami dan kamu’ atau yang semisalnya. Sedangkan memulai mengucapkan selamat, maka kami tidak mengetahui ada asalnya.</div><div style="text-align: justify;"><i>Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/10042</i></div><div align="center" style="text-align: justify;"><b> </b></div><br />
<h4 style="text-align: justify;"><b>Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin <i>rahimahullah</i></b></h4><div style="text-align: justify;"><b>Pertanyaan:</b> Yang Mulia Syaikh, engkau telah berbicara tentang tahun baru, apakah hukum mengucapkan selamat tahun baru hijriyah dan apa kewajiban kita bila kita diberi ucapan selamat itu?</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Jawaban beliau:</b> Jika engkau diberi ucapan selamat tahun baru oleh seseorang, maka jawablah, tapi engkau jangan memulai dengan hal itu. Inilah yang benar dalam permasalahan ini. Kalau seorang berkata kepadamu -misalnya- “kami memberikan ucapan selamat dengan tahun baru ini”, dia balas “semoga Allah memberikanmu kebaikan dan menjadikannya sebagai tahun yang baik dan barokah.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tapi engkau jangan memulai yang mengucapkan, karena aku tidak tahu bila ada perbuatan salaf yang dulu mereka mengucapkan selamat dengan tahun baru. Bahkan ketahuilah bahwa salaf tidak menjadikan bulan Muharram sebagai awal tahun baru kecuali pada masa kekhilafahan Umar bin al-Khaththab <i>radhiyallahu ‘anhu</i>. (Sedang pada masa nabi masih hidup dan kekhalifahan Abu Bakr tidak, pent)</div><div style="text-align: justify;"><i>(Dari al-Liqa asy-Syahri 44 akhir tahun 1417 H)</i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Beliau rahimahullah juga ditanya:</b> Apakah boleh mengucapkan selamat dengan masuknya tahun baru hijriyyah?</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Beliau menjawab:</b> Mengucapkan salam dengan masuknya tahun baru tidak ada asalnya dari amalan salaf shaleh, maka engkau jangan memulai mengucapkannya. Tetapi jika seseorang memberimu ucapan selamat, hendaklah engkau membalasnya, karena hal ini telah menjadi perkara yang biasa di antara manusia, meskipun sekarang hal ini mulai berkurang, segala puji bagi Allah karena orang-orang mempunyai ilmu. Dulu mereka saling bertukar ucapan selamat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Penanya</b>: Apakah bentuk ucapan yang saling mereka kirimkan?</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Syaikh</b>: Dengan memberi ucapan selamat dengan sampainya tahun baru, dan seperti “Kami memohon kepada Allah memaafkan darimu perkara yang telah lewat pada tahun lalu, dan membantumu pada tahun yang akan datang”, dan ucapan semisalnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Penanya</b>: Apakah boleh dikatakan: Semoga setiap tahun anda dalam kabaikan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><strong>Syaikh</strong>: tidak, ucapan itu tidak dikatakan pada hari idul adha atau idul fitri dan juga tidak pada (awal tahun baru) ini. <i>(Liqa Bab al-Maftuh 202 pada hari kamis 6 Muharram 1420 H.)</i></div><div style="text-align: justify;"><i>Diambil dari http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=116401</i></div><br />
<h4 style="text-align: justify;"><b>Fatwa Syaikh <i>Shalih al-Fauzan hafizhahullah</i></b></h4><div style="text-align: justify;"><i>Assalamu 'alaikum warahmatullah wabarakatuh</i><br />
Yang Mulia Syaikh semoga Allah memberikan taufik kepada anda: Apakah boleh mengucapkan selamat tahun baru?</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Syaikh Shalih al-Fauzan <i>hafizhahullah</i> menjawab: "Tidak, ini adalah bid'ah. Mengucapkan selamat tahun baru adalah bid'ah, atau perintah untuk puasa atau sedekah dengan masuknya tahun baru semua ini adalah bid'ah yang tidak ada landasannya yang diturunkan Allah."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=124815 dari http://www.alfawzan.af.org.sa/node/13564</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3421279525660568767.post-86047777361406325612011-11-23T10:20:00.000+07:002011-11-23T10:20:14.233+07:00Fatwa Para Ulama Tentang Peringatan dan Perayaan Awal Tahun Baru Hijriyah<div style="text-align: justify;"><b>Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin <i>rahimahullah</i></b> dalam kitab <i>Dhiya’ al-Lami’</i> hal 702: “Tidak termasuk dari sunnah untuk mengadakan perayaan untuk masuknya tahun baru hijriyah atau membiasakan mengucapkan selamat dengan masuknya tahun baru hijriyah.” </div><a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><b>Syaikh Shalih al-Fauzan <i>hafizhahullah</i></b> ditanya: Jika seorang berkata kepadaku “Selamat tahun baru”, apakah kalimat ini disyariatkan pada hari-hari ini? Beliau menjawab: “Tidak, tidak disyariatkan, ini tidak boleh.” (Dari kitab <i>al-Ijabah al-Muhimmah</i> hal 230).</div><div style="text-align: justify;"><b>Al-Lajnah ad-Daimah</b> telah berfatwa (no. 20795): Tidak boleh mengucapkan selamat tahun baru hijriyah, karena peringatan hari itu tidak disyariatkan.</div><div style="text-align: justify;">Diambil dari http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=116401</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3421279525660568767.post-60447141677523656092011-11-15T10:17:00.000+07:002011-11-15T10:17:11.296+07:00Sebab Hilangnya Rasa Nikmat Dalam Ibadah Dan Solusinya<div style="text-align: justify;">Bersama: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz <em>rahimahullah</em></div><div style="text-align: justify;"><strong>Pertanyaan</strong>: Apakah sebab hilanya rasa nikmat dalam ibadah dan solusinya secara amaliyah?</div><a name='more'></a><br />
<div style="text-align: justify;"><strong>Jawaban</strong> Yang Mulia Syaikh Ibnu Baz <em>rahimahullah</em>:</div><div style="text-align: justify;">Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillah. Wa sallallahu wa sallam ‘ala rasulillah wa ashabihi wamanihtada bihudahu. Amma ba’du:</div><div style="text-align: justify;">Tidak diragukan lagi bahwa ibadah karena Allah mempunyai kenikmatan yang agung dalam hati seorang mukmin lelaki dan perempuan. Nabi yang mulia ‘alahishahalatu wassalam bersabda:</div><div style="text-align: justify;">وجعلت قرة عيني في الصلاة</div><div style="text-align: justify;">“Dijadikan penyejuk hatiku dalam shalat.”</div><div style="text-align: justify;">Beliau bersabda kepada Bilal radhiyallahu ‘anhu:</div><div style="text-align: justify;">أرحنا بالصلاة</div><div style="text-align: justify;">“Berilah kami kelapangan dengan shalat.”</div><div style="text-align: justify;">Maksudnya: tegakkan shalat hingga kita bisa <em>refleshing</em> di dalam shalat.</div><div style="text-align: justify;">Maka shalat adalah ibadah yang agung setelah dua syahadat, merupakan kelapangan untuk hati dan penyejuk mata, dan kenikmatan untuk ruh bagi orang yang menghadapkan diri kepada shalat, menghadirkan hatinya dalam shalat, dan khusyu’ didalamnya untuk Allah, dengan menyadari bahwa shalat adalah tiang Islam, dan bahwa shalat adalah satu munajat kepada Allah ‘azza wa jalla dan berdiri di hadapan Allah. Sehingga dengan itu fis merasa lapang dalam shalat dan sejuk matanya, dia mendapatkan kenikmatan karena shalat dalam jiwanya, dalam berdirinya, bacaannya, rukuknya, sujudnya dan seluruh perkara yang Allah syariatkan dalam shalat.</div><div style="text-align: justify;">Nasehatku untuk setiap mukmin laki-laki dan perempuan untuk menghadapkan diri kepada ibadah baik berupa shalat dan lainnya, menghadirkan hati dalam shalat, dan menyadari bahwa dia melakukan menunaikannya karena Allah saja, mengharap pahalanya dan takut siksanya, dan bahwa dalam hal itu ada kebaikan yang besar baginya di sisi Allah, jika dia mengikhlaskan untuknya dan menunaikannya sesuai dengan sunnah, tidak menurut bi’dah.</div><div style="text-align: justify;">Maka shalat, zakat, shadakah, puasa, haji, umrah, dzikir yang disyariatkan, membaca al-Qur’an al-Karim, berdakwah kepada Allah, amar ma’ruf nahi munkar, semuanya adalah ibadah yang memiliki kenikmatan yang agung dalam hati, rasa kelapangan dalam hati, kenikmatan dalam ruh, dimana seorang mukmin mengingat-ingat dalam shalat bahwa dia melakukan sesuatu yang Allah ridhai, sesuatu yang diperintahkan Allah, sesuatu yang diberi pahala di sisi Allah, sehingga dia merasa lapang karena hal itu dan merasakan kenikmatan dengan hal itu, jiwanya merasa tenang dengan hal itu. Karena di dalamnya ada kebaikan yang agung. Dan karena di dalamnya adalah pelaksanaan perintah Allah. Karena di dalamnya ada kebaikan yang agung dari sisi pahala yang besar dari Allah. Dan dari sisi penghapusan kesalahan yang mengiringinya, dihapuskannya dosa-dosa dan kesuksesan dengan mendapat surga dan selamat dari neraka.</div><div style="text-align: justify;">Demikian juga maslahat ibadah yang mengiringi dakwah kepada Allah dan amar ma’ruf dan nahi munkar, dan mengarahkan mereka kepada kebaikan, membantu mereka untuk menunaikan perkara yang disyariatkan Allah dan meninggalkan mereka apa yang diharamkan Allah.</div><div style="text-align: justify;">Semua ini termasuk perkara yang memberikan kenikmatan kepada jiwa-jiwa yang thayyibah, memberikan kelapangan hati, menyejukkan mata, aku maksudkan mata orang beriman lelaki dan perempuan.</div><div style="text-align: justify;">Allah berfirman dalam kitab-Nya yang agung:</div><div dir="RTL" style="text-align: justify;">إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ * الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ * أُوْلَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَّهُمْ دَرَجَاتٌ عِندَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ</div><div style="text-align: justify;"><em>“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Rabb-lah mereka bertawakkal. (Yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabb-nya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.”</em> (QS. Al-Anfal: 2-4)</div><div style="text-align: justify;">Dan Nabi ‘alahish shalatu wasalam bersabda (yang artinya):</div><div style="text-align: justify;">“Tujuh golongan yang Allah naungi dalam naungan-Nya pada satu hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya:</div><div style="text-align: justify;">1. Penguasa yang adil, dia adil karena takut kepada Allah dan raja (berharap) kepada Allah</div><div style="text-align: justify;">2. Pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah, dia merasa nikmat dengan ibadah tersebut karena mengetahui bahwa ibadah itu berisi kebaikan, karena dalam hatinya ada pengagungan terhadap Allah, keikhlasan karena Allah, kecintaan kepada Allah, rasa raghbah (harap) pada apa yang ada disisinya.</div><div style="text-align: justify;">3. Seseorang yang bergantung hatinya dengan masjid. Dia bergantung hatinya dengan masjid karena dia mendapati dalam shalat ada kebaikan, kelapangan, ketenangan, dan kenikmatan.</div><div style="text-align: justify;">4. Dua orang yang saling mencintai di jalan Allah, bersatu karena rasa cinta karena Allah dan berpisah karena rasa cinta karena Allah. Karena keduanya mendapati dalam rasa cinta karena Allah ada kebaikan yang agung dan kelapangan dalam hati, kenikmatan ruh dan kerekatan yang agung, karena mereka mengetahui bahwa perkara ini membuat Allah ridha, dan Allah mensyariatkan hal itu bagi mereka, dan membuahkan kebaikan yang agung yang diketahui Allah, baik berupa saling tolong-menolong, saling memberi wasiat dengan kebenaran dan saling menasehati.</div><div style="text-align: justify;">5. Seorang lelaki yang diajak seorang wanita yang punya kedudukan dan kecantikan, kemudian lelaki itu menjawab: Aku sunnguh takut kepada Allah. Kenapa dia mengatakan hal ini? Karena di dalam hatinya ada kecintaan kepada Allah dan pengagungan-Nya, rasa takut kepada-Nya, merasa selalu diawasi Allah, sehingga dia meninggalkan wanita yang mengajaknya berbuat zina ini, padahal wanita itu berkedudukan dan cantik, namun dia enggan karena takut kepada Allah dan mengharap apa yang ada di sisi-Nya dan merasa senang dengan taat kepada-Nya, merasa nikmat dengan perkara yang diridhai Allah. Demikian juga seorang wanita bila diajak oleh seorang lelaki berkedudukan dan tampan untuk melakukan zina, kemudian wanita itu menjawab: Aku sungguh takut kepada Allah. Wanita itu meninggalkan hal itu karena di dalam hatinya ada kcintaan kepada Allah, kenikmatan ruhani dan kenikmatan dengan taat kepada Allah serta ittiba (mengikuti) syariat-Nya.</div><div style="text-align: justify;">6. Seorang yang bersedekah dengan sedekah yang dia sembunyikan hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan tangan kanannya. Kenapa? Karena di dalam hatinya da kecintaan kepada Allah dan pengagungan kepada-Nya, dan bahwa Allah mengetahui segala sesuatu dan tidak ada yang tersembunyi sesuatupun atas Allah, dan bahwa Allah mencintai keikhlasan karena Allah, dan Dia mencintai amalan karena-Nya secara sirr, sampai tangan kirinya tidak mengetahui yang diberika tangan kanannya, karena besarnya keikhlasannya, besarnya rasa harap dia dengan yang ada di sisi Allah, dan dia tidak peduli dengan rasa pamer kepada orang lain, dengan pujian orang lain dan sanjungan orang lain.</div><div style="text-align: justify;">7. Seorang yang meningat Allah ketika sendirian, tidak ada seorangpun di sisinya, kemudian menetes kedua matanya karena takut kepada Allah dan mengagungkan Allah dan cinta karena Allah, merasa senang dengan Allah. Kemudian menjadi tujuh golongan yang dinaungi Allah dalam naungan-Nya.</div><div style="text-align: justify;">Intinya bahwa menghadapkan diri kepada Allah dalam ibadah dan menghadirkan rasa pengagungan kepada Allah, dan bahwa engkau menginginkan Wajah-Nya Yang Mulia, dan bahwa engkau melakukan hal ini karena mengharap keridhaan-Nya, taat kepada-Nya, cinta karena-Nya, bersemangat atas perkara yang Allah ridhai dan mendekatkan kepada-Nya. Semua ini termasuk perkara yang menjadikan engkau merasa nikmat dengan ibadah, dan menhadapkan diri kepadanya, merasa lapang dengannya, merasa nikmat dengannya. Semoga Allah memberikan taufik semuanya.</div><div style="text-align: justify;"><strong>Penanya</strong>: Orang yang mengeluhkan kebalikan hal itu, wahai syaikh? Semoga Allah membalas kebaikan anda.</div><div style="text-align: justify;">Syaikh menjawab: Orang yang mengeluhkan kebalikan dari hal itu berupa kerasnya hati, hendaknya dia mengobati dirinya dengan memperbanyak berdzikir kepada Allah, membaca al-Qur’an al-Karim, berhati-hati dari dosa dan kemaksiatan, taubat kepada Allah dari yang telah lewat dengen kejujuran dalam hal itu. Jika jujur bersama Allah dalam taubat dari kemaksiatan, dalam memperbanyak dzikir kepada Allah, dalam menghadapkan diri kepada ibadah kepada Allah dengan hatinya dan menhadirkan keagungan Allah, dan bahwa Allah mengawasinya, sesungguhnya Allah mengawasi segala sesuatu, dan bersamanaya ada dua malaikat, salah satunya menulis kebaikan dan yang kedua menulis kejelekan. Dengan dia mengingat perkara-perkara ini, akan lembut hatinya, khusyu hatinya, dan dia merasa nikmat dengan ketaatan, dan merasa lapang dengannya dan sedang dengannya.</div><div style="text-align: justify;">Sumber: http://www.ibnbaz.org.sa/mat/17396 melalui http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=120386</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3421279525660568767.post-24369856313199898372011-11-15T10:15:00.001+07:002011-11-15T10:17:56.032+07:00Hukum Mendoakan Untuk Orang Fasik<div style="text-align: justify;">Bersama: Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bismillahirrahmanirrahim</div><div style="text-align: justify;"><b>Pertanyaan</b>: Apakah boleh mendoakan untuk orang fasik dan orang yang tidak menunaikan kewajiban-kewajiban agama Islam?<br />
<a name='more'></a></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Jawab</b>:</div><div style="text-align: justify;">Mendoakan untuk orang fasik dengan hidayah, yaitu agar Allah ‘azza wa jalla memberinya hidayah dan memperbaiki perkaranya, ini adalah sebuah perkara yang disyariatkan dan dituntut.</div><div style="text-align: justify;">Adapun mendoakan untuknya dengan doa yang membantunya atas kefasikan dan terus-menerusnya dalam kebatilan, ini tidak boleh.</div><div style="text-align: justify;">Sedangkan mendoakan untuknya agar mendapat ampunan dan rahmat Allah, maka ini boleh bahkan disyariatkan, semoga Allah mengabulkan doa. Dalam sebuah hadits dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:</div><div dir="RTL" style="text-align: center;">ما من مسلمٍ يموت فيقوم على جنازته أربعون رجلاً لا يشركون بالله شيئاً إلا شفعهم الله فيه</div><div style="text-align: justify;">“Tidaklah seorang muslim meninggal dunia kemudian ada empat puluh orang lelaki yang menyolatkan jenazahnya, dimana orang-orang itu tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun, melainkan Allah akan menerima syafaat mereka (dalam memintakan ampunan dna rahmat) pada orang itu.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Sumber</b>: http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_688.shtml melalui http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=124169</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3421279525660568767.post-44789994862462963922011-07-26T11:05:00.000+07:002011-07-26T11:05:06.576+07:00Perkara yang mustahab untuk orang yang sedang berpuasa dan yang tidakOleh: Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab Al-Wushabi hafizhahullah<br />
<ol start="1">
<li>Menjaga untuk mengucapkan doa kafaratul majlis.</li>
<li>Berdoa ketika diantara adzan dan iqamah.</li>
<li>Memperbanyak doa.</li>
<li>Mendoakan kebaikan bagi kaum muslimin.</li>
<li>Menjaga untuk menyebarkan salam.<a name='more'></a></li>
<li>Menyambung silaturahmi meskipun hanya dengan telpon.</li>
<li>Memperbanyak berbuat ihsan kepada orang-orang yang mempunyai hubungan rahim.</li>
<li>Memperbanyak shadaqah.</li>
<li>Murah senyum kepada saudaramu.</li>
<li>Memperbanyak berbuat baik kepada tetangga.</li>
<li>Memperbanyak berbuat ihsan kepada orang-orang lemah, orang fakir miskin, dan anak-anak yatim.</li>
<li>Menjaga wirid-wirid dan doa (yang dituntunkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam).</li>
<li>Memperbanyak dzikir.</li>
<li>Memperbanyak taubat, dan istighfar 100 kali.</li>
<li>Memperbanyak ucapan: La ilaha illallah.</li>
<li>Memperbanyak ucapan: La haula wa la quwwata illa billah.</li>
<li>Memperbanyak ucapan: Subhanallahi wabihamdih, subhanallahil ‘azhim.</li>
<li>Memperbanyak shalawat dan salam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.</li>
<li>Perhatian dengan menuntut ilmu (agama), diantaranya hadir di taman-taman surga, yaitu halaqah dzikir dan ilmu.</li>
<li>Perhatian dengan dakwah kepada Allah.</li>
<li>Mengharapkan pahala dengan memberikan nafkah kepada keluarga.</li>
<li>Menjaga wudhu.</li>
<li>Siwak.</li>
<li>Menjaga untuk berbau wangi, dan tidak menghirup asap pewangi dari bakaran bahan pewangi.</li>
<li>Shalat dua rakaat sebelum maghrib antara adzan dan iqamah.</li>
<li>Menjaga shalat sunnah rawatib.</li>
<li>Bersemangat untuk menunaikan shalat rawatib di rumah.</li>
<li>Memperbanyak shalat nafilah.</li>
<li>Tahjir ilash shalawat. (Bersegera, berpagi-pagi menunaikan shalat)</li>
<li>Menjaga untuk berada di shaf pertama.</li>
<li>Menunggu shalat setelah menuaikan shalat (sebelumnya).</li>
<li>Berusaha mencari waktu (dikabulkannya doa) pada hari jumat.</li>
<li>Berusaha mencari waktu (dikabulkannya doa) pada waktu malam.</li>
<li>Bersemangat untuk tetap tinggal di masjid sampai waktu isyraq (terbitnya matahari, yang merupakan awal waktu dhuha).</li>
<li>Bermajlis dengan satu kaum yang mengingat Allah pada awal dan akhir siang.</li>
<li>Menjaga dzikir pagi dan petang.</li>
<li>Menjaga untuk menjawab adzan dan mengucapkan doa setelah adzan.</li>
<li>Mempelajari al-qur’an al-karim.</li>
<li>Memperbagus suara ketika membaca al-qur’an.</li>
<li>Sujud tilawah.</li>
<li>Memperbanyak membaca al-qur’an al-karim.</li>
<li>Bersemangat untuk mengkhatamkan al-qur’an.</li>
<li>berdoa ketika mengkhatamkan al-qur’an dengan doa kebaikan dunia dan akhirat yang dibukakan Allah untukmu.</li>
<li>Menjenguk orang yang sakit.</li>
<li>Berziarah kubur.</li>
<li>Mengingat mati dan akhirat, surga dan neraka.</li>
<li>Merenungi ayat-ayat Allah al-qur’an dan tanda-tanda keagungan Allah.</li>
<li>Zuhud dalam masalah dunia.</li>
<li>Zuhud dengan yang ada di sisi orang lain.</li>
<li>Mengumpulkan empat perkara yang ada dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,</li>
</ol>
<ul>
<li>Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya: “Siapakah diantara kalian yang hari ini berpuasa?” Abu Bakr menjawab: “Saya, wahai Rasulullah.”</li>
<li>Beliau bertanya lagi: “Siapa diantara kalian yang mengiringi jenazah?” Abu Bakr menjawab: “Saya, wahai Rasulullah.”</li>
<li>Beliau bertanya lagi: “Siapa diantara kalian yang memberi makan orang miskin?” Abu Bakr menjawab: “Saya, wahai Rasulullah.”</li>
<li>Beliau bertanya lagi: “Siapa diantara kalian yang pada hari ini menjenguk orang sakit?” Abu Bakr menjawab: “Saya, wahai Rasulullah.”</li>
</ul>
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah empat perkara ini terkumpul pada seseorang, kecuali niscaya dia akan masuk surga.” (HR. Muslim No. 1028)<br />
<div>
<br />
Bersambung Insya Allah …<br />
<br /></div>
<div>
<br />
(Sumber: Mudzakarah Ahkam Ash-Shiyam)<br />
<br /></div>
<div align="center">
***</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3421279525660568767.post-71684736517239943002011-07-26T10:59:00.001+07:002011-07-26T11:03:37.090+07:00Perkara-perkara Mustahab dalam Puasa Ramadhan<div style="text-align: center;">
Oleh: Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab Al-Wushabi hafizhahullah</div>
<br />
<ol start="1">
<li style="text-align: justify;">Mencari rukyatul hilal bila telah ditunaikan orang yang mencukupi, itu adalah mustahab pada perorarangan dan wajib atau ummat seluruhnya.</li>
<li style="text-align: justify;">doa ketika melihat hilal.</li>
<li style="text-align: justify;">sahur<a name='more'></a></li>
<li style="text-align: justify;">makan <i>tamr</i> (kurma masak) ketika sahur.</li>
<li style="text-align: justify;">mengakhirkan sahur (mendekati fajar).</li>
<li style="text-align: justify;">menyedikitkan dalam makan ketika sahur dan berbuka.</li>
<li style="text-align: justify;">menyegerakan berbuka jika matahari benar-benar telah tenggelam.</li>
<li style="text-align: justify;">Berbuka dengan ruthab (kurma mengkal), jika tidak ada, dengan tamr (kurma masak), jika tidak ada dengan beberapa teguk air, jika tidak ada dengan makanan yang mudah dari yang halal dan thayyib (baik).</li>
<li style="text-align: justify;">Mengucapkan setelah berbuka: (yang artinya) “Telah hilang rasa dahaga, urat-urat telah basah, pahala telah tetap, Insya Allah.” (HR. Abu Dawud 2357, ad-Daruquthni 2/185, al-Hakim (1/422), Ibnus Sunni 489 dari hadits Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu dengan sanad hasan.)</li>
<li style="text-align: justify;">Mendoakan orang yang memberikan makanan berbuka untukmu.</li>
<li style="text-align: justify;">Memperbanyak memberi makanan berbuka pada orang yang berpuasa setelah matahari tenggelam.</li>
<li style="text-align: justify;">Semangat untuk memulai shalat tarawih bersama imam, dan berpaling bersamanya.</li>
<li style="text-align: justify;">menjaga doa qubut witir.</li>
<li style="text-align: justify;">Berungguh-sungguh dalam ramadhan dengan perkara yang tidak ada pada bulan lainnya. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling dermawan dengan kebaikan, dan beliau lebih dermawan lagi ketika bulan ramdhan ketika Malaikat Jibril menemuinya. Dan Malaikat Jibril ‘alaihis salam menemui beliau setiap malam pada bulan ramadhan, sampai berakhir bulan ramadhan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memurajaah hapalan al-Qur’an kepadanya. Jika Malaikat Jibril telah menemui beliau, beliau adalah orang yang paling dermawan dengan kebaikan dibanding angin yang bertiup. (HR. Al-Bukhari No 6 dan 1803, serta Muslim No. 2308)</li>
<li style="text-align: justify;">Bersungguh-sungguh dalam sepuluh hari terakhir lebih daripada pada hari lainnya. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dulu bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir lebih dibanding dari hari lainnya.” (HR. Muslim No. 1175)</li>
<li style="text-align: justify;">Semangat untuk menghidupkan malam sepuluh hari terakhir. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata: Dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika masuk sepuluh hari terakhir, beliau menghidupkan malamnya, membangunkan keluarganya, besungguh-sungguh dan mengencangkan sarungnya.” (HR. Al-Bukhari No. 1920, Muslim No. 1174, dan ini lafazh Muslim)</li>
<li style="text-align: justify;">Memperbanyak mengucapkan doa: (yang artinya) “Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, Menyukai Pemaafan, maka maafkanlah aku” pada malam (lailatul) Qadr.</li>
<li style="text-align: justify;">Memperbanyak istighfar pada waktu sahur.</li>
<li style="text-align: justify;">Mengucapkan: (yang artinya) “Aku adalah orang yang sedang puasa” kepada orang yang mencelanya.</li>
<li style="text-align: justify;">Membiasakan anak-anak untuk berpuasa bila telah berumur tujuh tahun.</li>
<li style="text-align: justify;">Umrah pada bulan ramadhan.</li>
<li style="text-align: justify;">Menjaga I’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan ramadhan.</li>
</ol>
<div style="text-align: center;">
Bersambung Insya Allah …</div>
<div style="text-align: justify;">
(Sumber: Mudzakarah Ahkam Ash-Shiyam)</div>
<div align="center">
***</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3421279525660568767.post-54553762181351704882011-07-26T10:54:00.000+07:002011-07-26T10:54:22.101+07:00Kewajiban-kewajiban Puasa Ramadhan<div style="text-align: justify;">
Oleh: Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab Al-Wushabi hafizhahullah</div>
<br />
<ol start="1" style="text-align: justify;">
<li>Wajib kifayah mencari rukyatul hilal.</li>
<li>Wajibnya menahan diri jika fajar shadiq telah muncul.</li>
<li>Wajibnya menahan diri dari seluruh perkara yang bisa membatalkan puasa baik secara hissi atau maknawi, hingga terwujud tenggelamnya matahari atau kuat dugaannya bahwa matahari telah tenggelam.<a name='more'></a></li>
<li>Wajibnya istimrar (terus-menerus) berada di atas niat puasa, sampai matahari tenggelam.</li>
<li>wajibnya mengeluarkan apa yang ada di dalam mulut bagi orang berbuka pada siang hari bulan ramadhan:</li>
</ol>
<div style="padding-left: 60px; text-align: justify;">
karena lupa kemudian dia ingat atau diingatkan orang lain,</div>
<div style="padding-left: 60px; text-align: justify;">
atau baik secara sengaja tanpa ada udzur,</div>
<div style="padding-left: 60px; text-align: justify;">
atau orang yang sakit telah sehat pada pertengahan siang hari ramadhan,</div>
<div style="padding-left: 60px; text-align: justify;">
atau seorang musafir telah sampai ke negerinya,</div>
<div style="padding-left: 60px; text-align: justify;">
atau seorang wanita haidh atau nifas telah suci,</div>
<div style="padding-left: 60px; text-align: justify;">
atau seorang kafir telah masuk islam,</div>
<div style="padding-left: 60px; text-align: justify;">
atau anak laki atau perempuan telah baligh,</div>
<div style="padding-left: 60px; text-align: justify;">
atau orang gila atau orang pingsan telah sadar,</div>
<div style="padding-left: 60px; text-align: justify;">
atau seorang tidak mengetahui masuknya bulan ramadhan kecuali pada pertengahan siang ramadhan,</div>
<div style="padding-left: 60px; text-align: justify;">
maka sesungguhnya dia wajib untuk menahan diri pada sisa harinya.</div>
<br />
<ol start="6" style="text-align: justify;">
<li>wajibnya untuk orang yang berpuasa menjauhi istrinya atau budaknya (pada siang hari), jika dia khawatir terjatuh pada yang haram.</li>
<li>Wajibnya untuk meninggalkan perkataan dusta, perbuatan dusta, kejahilan, ghibah, namimah, dan seluruh perkara haram, karena hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:</li>
</ol>
<div style="padding-left: 60px; text-align: justify;">
<i>“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan beramal dengannya, serta kejahilan, maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makan dan minumnya.”</i> (HR. Al-Bukhari No. 1804)</div>
<br />
<ol start="8" style="text-align: justify;">
<li>Hendaknya dia menyukai puasa bulan ramadhan, karena itu termasuk yang diturunkan oleh Allah. Allah berfirman: “demikianlah karena mereka membenci apa yang diturunkan oleh Allah, sehingga Allah mengugurkan amalan mereka.”</li>
</ol>
<div style="text-align: center;">
Bersambung Insya Allah ...</div>
<div style="text-align: justify;">
(Sumber: Mudzakarah Ahkam Ash-Shiyam)</div>
<div align="center" style="text-align: center;">
***</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3421279525660568767.post-77438130078388768942011-07-23T15:16:00.003+07:002011-07-23T15:16:51.998+07:00Hukum-hukum Puasa Secara ringkas: Rukun dan Syarat
<br />
<div align="center" class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
<strong>Mudzakarah tentang Hukum
Puasa</strong></div>
<div class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
<b>Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab Al-Wushabi </b><i>hafizhahullah</i> berkata: </div>
<div class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
Berikut ini adalah
ringkasan tentang hukum puasa, aku haturkan kepada saudara-saudaraku muslimin,
semoga Allah memberi manfaat aku dan mereka dengannya, baik di dunia dan
akhirat. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Maha Dekat lagi Maha Mengabulkan doa.</div>
<a name='more'></a><br />
<div class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
<b>RUKUN SHIYAM (PUASA)
ada empat:</b></div>
<div class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
1. Orang yang berpuasa,
dia muslim dan muslimah.</div>
<div class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
2. Siapa tujuan niat
puasa? Yaitu Allah. Dan inilah niat.</div>
<div class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
3. Apa yang seharusnya
seorang muslim berpuasa (menahan diri) darinya? Yaitu perkara-perkara yang
membatalkan puasa.</div>
<div class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
4. Waktu puasa, yaitu
waktu dari terbitnya fajar shadiq sampai terbenamnya matahari.</div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan; text-align: center;">
***</div>
<div class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
<b>SYARAT PUASA BULAN
RAMADHAN</b></div>
<div class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
Syarat Puasa Bulan
Ramadhan ada tujuh:</div>
<div class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
Dan dibagi menjadi 2
jenis:</div>
<div class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
Jenis pertama: syarat
sahnya puasa, ada empat:</div>
<div class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
1. Islam, </div>
<div class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
2. berakal,</div>
<div class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
3. Berniat pada malam
hari, untuk setiap hari puasa, dan mengikatnya pada awal waktunya ketika
seorang menyelesaikan dari sahurnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
Dari Hafshah Ummul
Mukminin radhiyallahu ‘anha, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Barangsiapa yang tidak meniatkan puasa pada malam hari
sebelum fajr, maka tidak ada puasa baginya.” HR Ahmad (6/287), Abu Dawud No
2454, At-Tirmidzi No 730, An-Nasai (4/196), Ibnu Majah No 1700, Ibnu Khuzaimah
No 1933, Ibnu Hibban dalam Al-Majruhin (2/46) dan Ad-Daruquthni (2/172)</div>
<div class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
* Syaikh Ibnu Baz
rahimahullah memberikan keterangan terhadap hadits ini dalam Hasyiyah beliau
terhadap Bulughul Maram karya Ibnu Hajar hal 404 No 626: “Hadits ini
menunjukkan perintah untuk melakukan niat puasa pada awal waktunya, ketika
seorang menyelesaikan sahurnya.”</div>
<div class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
4. Dintambah khusus
untuk seorang wanita, hendaknya dia tidak sedang haidh dan nifas.</div>
<div class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
Jenis Kedua: Syarat
Taklif, ada tiga:</div>
<div class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
5. Mampu</div>
<div class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
6. Tinggal Menetap
(tidak safar)</div>
<div class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan;">
7. Baligh.</div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan; text-align: center;">
***</div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="mso-pagination: widow-orphan; text-align: center;">
<em><span style="font-size: xx-small;">(Bersambung Insya Allah) </span></em></div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3421279525660568767.post-5965242019605778972011-07-13T20:49:00.000+07:002011-07-13T20:49:56.721+07:00Enam Landasan Agama, Terjemah Ushul As Sittah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab<div align="center" style="text-align: center;">
<b>USHULUS SITTAH (Enam Landasan Utama)</b></div>
<div align="center" style="text-align: center;">
<b> Oleh: al-Imam al-Mujaddid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab (Rahimahullah)</b></div>
<div style="text-align: center;">
Bismillahirrahmannirrahim,</div>
<div style="text-align: justify;">
Di antara perkara yang sangat menakjubkan dan sekaligus sebagai tanda yang sangat besar atas kekuasaan Allah Ta’ala adalah enam landasan yang telah Allah Ta’ala terangkan dengan sangat gamblang sehingga mudah dipahami oleh orang-orang awam sekalipun, lebih dari yang disangka oleh orang-orang. Namun setelah ini, orang-orang yang cerdas dan berakal dari kalangan Bani Adam keliru dalam masalah itu, kecuali sedikit sekali dari mereka.</div>
<a name='more'></a><div align="center" style="text-align: center;">
<b>Landasan Pertama</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah semata tiada sekutu bagi-Nya, dan penjelasan lawannya yaitu kesyirikan terhadap Allah. Banyak ayat-ayat Al Qur’an yang menjelaskan landasan tersebut dari berbagai sisi dengan bahasa yang mudah dipahami oleh orang awam yang paling bodoh sekalipun. Kemudian seiring berjalannya waktu, taatkala terjadi perubahan pada mayoritas masyarakat, setan menampakkan kepada mereka keikhlasan dalam bentuk penghinaan kepada orang-orang shalih dan merendahkan hak-hak mereka serta menampakkan kesyirikan kepada Allah Ta’ala dalam bentuk kecintaan kepada orang-orang shalih dan pengikut mereka.</div>
<div style="text-align: center;">
<b>Landasan Kedua</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Allah memerintahkan kita bersatu dalam menjalankan agama-Nya dan melarang bercerai-berai. Allah Ta’ala telah menjelaskan masalah tersebut dengan gamblang sehingga bisa dipahami oleh orang awam sekalipun. Dia melarang kita mengikuti orang-orang sebelum kita, yang bercerai-berai dan berselisih sehingga mereka binasa. Hal tersebut juga dijelaskan dalan As-Sunnah. Namun di kemudian hari, bercerai-berai dalam pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya dianggap sebagai ilmu dan pengetahuan agama, sedangkan bersatu dalam menjalankan agama malah dianggap sebagi sesuatu yang hanya pantas dilontarkan oleh orang-orang zindiq atau gila.</div>
<div style="text-align: center;">
<b>Landasan Ketiga</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Sesungguhnya untuk lebih menyempurnakan landasan yang kedua, yaitu bersatu dalam menjalankan agama, diperlukan sikap mau mendengar dan taat kepada para pemegang pemerintahan, walaupun ia seorang budak Habsyi. Allah Ta’ala telah menjelaskan hal ini dengan penjelsan yang indah, lengkap dan sempurna, baik dari sisi syar’i maupun qadari (kauniyah/bukti), sehingga tidak membutuhkan penjelasan lagi. Kemudian perkara ini berubah menjadi satu hal yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang yang mengaku berilmu. Oleh karena itu, bagaimana mereka bisa mengamalkannya?</div>
<div style="text-align: center;">
<b>Landasan Keempat</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Landasan keempat ini berisi penjelasan tentang ilmu dan ulama, fikih, dan ahli fikih serta orang yang berlagak seperti mereka namun tidak termasuk golongan mereka. Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan landasan ini dalam awal surat Al-baqarah dalam firmannya: "Hai Bani Israil, ingatlah kalian kepada nikmat-Ku yang Aku berikan kepada kalian dan penuhilah janji-Ku, niscaya Aku penuhi janji kalian.” (QS. al-Baqarah: 4).</div>
<div style="text-align: justify;">
Sampai firmannya: "Hai, Bani Israil, ingatlah nikmat-Ku yang Aku berikan kepada kalian dan sesungguhnya Aku telah melebihkan kalian atas seluruh manusia.” (QS. al-Baqarah: 47).</div>
<div style="text-align: justify;">
Sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga menjelaskan hal ini sehingga menjadi semakin jelas dan gamblang bagi orang awam yang bodoh sekalipun. Akan tetapi, di kemudian hari perkara ini menjadi sesuatu yang paling asing; ilmu dan fikih dianggap sebagai bid’ah dan kesesatan. Pilihan terbaik menurut mereka adalah mengaburkan antara yang hak dan yang batil. Mereka menganggap ilmu yang wajib dipelajari manusia dan pujian bagi orang-orang yang berilmu hanyalah bualan orang-orang zindiq atau gila, sedangkan orang yang mengingkari dan memusuhi ilmu serta melarang orang-orang yang mempelajarinya dianggap sebagai orang yang fakih dan ‘alim.</div>
<div style="text-align: center;">
<b>Landasan Kelima</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Landasan kelima ini berisi penjelasan tentang wali-wali Allah Subhanahu wa Ta’ala dan perbedaan mereka dengan musuh-musuh Allah Ta’ala dari kalangan orang-orang munafik dan orang-orang jahat yang menyerupai mereka. Dalam masalah ini cukuplah kita memperhatikan satu ayat dari surat Ali ‘Imran yakni firman-Nya: "Katakanlah, ’Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian.” (QS. Ali ‘Imran: 31). Dan satu ayat dalam surat al-Maidah yakni firman-Nya: "Hai orang-orang yang beriman, siapa di antara kalian yang murtad dari agama Allah, maka Allah akan mendatangkan satu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka mencintai-Nya.” (QS al-Maidah: 54). Serta satu ayat dalam surat Yunus yakni firman-Nya: "Ketahuilah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak akan merasa ketakutan dan tidak pula merasa bersedih hati (yakni) orang-orang yang beriman dan mereka tetap bertakwa.” (QS. Yunus: 62).</div>
<div style="text-align: justify;">
Kemudian makna wali-wali Allah ini diubah oleh mereka yang mengaku memiliki ilmu dan sanggup memberi petunjuk kepada manusia serta menguasai ilmu-ilmu syari’at. Mereka menganggap bahwa wali-wali Allah Ta’ala adalah mereka yang meninggalkan teladan para rasul, sedangkan yang meneladani para rasul bukan wali-wali Allah Ta’ala. Selain itu, menurut mereka, para wali mereka yang meninggalkan jihad, keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Barangsiapa yang berjihad, beriman dan bertakwa kepada Allah Ta’ala, maka dia bukan termasuk wali.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ya Allah, kami mohon kepada-Mu ampunan dan keselamatan (dari anggapan sesat mereka). Sesungguhnya Engkau maha mengabulkan doa.</div>
<div style="text-align: center;">
<b>Landasan Keenam</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Landasan keenam berisi bantahan terhadap syubhat yang dilontarkan oleh setan yang mengajak manusia meninggalkan Al Qur’an dan As Sunnah kemudian mengikuti pendapat hawa nafsu yang beragam. Syubhat yang mereka lontarkan adalah bahwa Al Qur’an dan As Sunnah tidak bisa dipahami kecuali oleh seoarng mujtahid, sedangkan mujtahid adalah seseorang yang mempunyai kriteria tertentu yang barangkali tidak akan dapat dimiliki oleh siapa pun, termasuk Abu Bakar dan Umar. Oleh karena itu, wajib bagi kita meninggalkan Al Qur'an dan As Sunnah, tidak ragu dan tidak samar lagi. Barangsiapa yang mencari petunjuk dari Al Qur’an dan As Sunnah, maka dia adalah zindiq atau gila, karena ketidakmungkinan memahami keduanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Mahasuci Allah dan segala puji bagi-Nya. Betapa banyak penjelasan Allah Subhanahu wa Ta’ala , baik dengan perintah-perintah dan larangan maupun dengan hukum-hukum kauni dalam membantah syubhat yang tercela ini mencakup berbagai seginya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Allah Ta’ala berfirman: "Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka, kerena mereka tidak beriman. Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, sehingga mereka tertengadah. Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat. Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman. Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Allah Yang Maha Pemurah walaupun dia tidak melihat-Na. Berilah kabar gembira (kepada orang-orang seperti ini) ampunan dan pahala yang mulia.” (QS. Yaasin: 7-11).</div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya, segala puji bagi Allah Rabbul ’Alamin dan shalawat dan salam semoga terlimpah atas Nabi Muhammad, keluarganya, dan para sahabatnya sampai hari kiamat.</div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk Download: matan asli lengkap dengan matan dan terjemah klik di <a href="http://bimbinganislami.files.wordpress.com/2011/07/ushul-sittah-syakal-matan-arab.doc" target="_blank" title="Ushul Sittah Syakal Matan Arab & Terjemah">sini</a>.</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3421279525660568767.post-20153723004421286772011-07-12T05:49:00.000+07:002011-07-23T05:54:27.113+07:00Kasus Hukum Pancung Ruyati: Ujian Kaum Muslimin<div style="text-align: justify;">
Telah terjadi hukum pancung atas ibu Ruyati pada tanggal 18 Juni 2011 lalu di negara Saudi Arabia (<a href="http://m.inilah.com/read/detail/1620212/inilah-kronologis-proses-hukum-tki-ruyati/">http://m.inilah.com/read/detail/1620212/inilah-kronologis-proses-hukum-tki-ruyati/</a>), kejadian yang cukup menggemparkan, terutama di Indonesia. Bagaimana tidak? Ibu Ruyati -semoga Allah merahmatinya-, adalah seorang ibu berkewarganegaraan Indonesia, yang bekerja menjadi TKW di Saudi Arabia telah dihukum pancung. Seolah tiada hujan tiada angin, tiba-tiba berita duka tersebut menghujani tanah air ini dengan deras, bahkan keluarga korbanpun mengaku tidak mendapat informasi yang cukup. Sebagaimana pemerintah Indonesia juga mengaku demikian.</div>
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;">
Informasi yang tiba-tiba dan dengan segala kekurangannya mengundang banyak komentar di berbagai kesempatan. Tentu, komentar itu pun bermacam-macam sesuai keberagaman orang yang berkomentar. Dari muslim, sampai non muslim. Dari orang yang bijak sampai orang yang sembrono. Dari yang menunggu informasi yang cukup sampai yang asal bunyi dengan penuh ketergesaan dan emosi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Saya memandang bahwa kasus ini sebagai ujian yang cukup berat bagi kita semua, tentu sebagai seorang muslim meyakini, bahwa segala kata-kata yang keluar darinya akan dicacat oleh malaikat, yang bakal ditimbang sebagai amal baik atau buruk di akhirat kelak, <i>‘Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.’</i> [Q.S. Qaf:18]</div>
<div style="text-align: justify;">
Inilah ujian pertama bagi kita semua, ketergesaan dalam berkomentar tanpa memiliki informasi yang cukup membuat seseorang terjerumus dalam komentar yang salah dan tidak bijak, sehingga bisa menjadi bencana buatnya atau buat orang lain di kemudian hari.</div>
<div style="text-align: justify;">
Memojokkan salah satu pihak dan menyalahkannya tanpa informasi yang cukup adalah sikap yang tidak bijak yang akan merugikan. Ini menggambarkan ketergesaan yang tanpa pikir panjang. Sama saja apakah yang di pojokkan itu adalah pihak Ibu Ruyati -semoga Allah merahmatinya- atau pihak pemerintah RI sebagai penanggung jawab atas warganya, ataukah pihak keluarga majikan sebagai korban pembunuhan Ibu Ruyati, ataukah pihak pemerintah Saudi Arabia sebagai hakim antara dua orang yang bertikai dan yang memutuskan perkaranya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tentu untuk menilai siapa yang salah, siapa yang keliru, kita harus mengetahui sejak awal kasus ini, apa yang dilakukan Ibu Ruyati, benarkah dia membunuh, bagaimana membunuhnya, kenapa dia melakukannya, apa yang dilakukan majikan, kenapa dia melakukannya, apa yang dilakukan pihak hakim, kenapa sampai pada vonis hukum mati, apa yang dilakukan pemerintah Saudi Arabia terhadap pihak pemerintah RI, apa upaya yang telah dilakukan pemerintah RI melalui duta besarnya. Apakah informasi itu semua telah kita miliki sehingga kita dapat menilai dengan baik dan benar baik dalam menyalahkan atau membenarkan salah satu pihak?</div>
<div style="text-align: justify;">
Apakah komentar kita adalah komentar yang dapat dipertanggung jawabkan di dunia maupun di akhirat di hadapan Rabbul Alamin?</div>
<div style="text-align: justify;">
Jangan sampai musibah yang menimpa membuat kita jatuh dalam musibah lain, tergelincirnya kita dalam komentar yang salah.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sebelum saya lanjutkan, saya ucapkan kepada keluarga Ibu Ruyati -semoga Allah merahmatinya- agar bersabar atas segala musibah. Sebagai umat muslim, tentu meyakini bahwa semua musibah mengandung hikmah, apa yang terjadi semoga menjadi penebus dosa. Semoga Allah mengganti musibah kalian dengan pahala dan yang lebih baik.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kembali kepada ujian di balik kasus, di antara ujian yang terberat bagi muslimin dari kasus itu adalah ujian keimanan terhadap ajaran Islam. Tak sedikit dari kasus ini muncul komentar, atau minimalnya perasaan dan anggapan negatif terhadap hukum Islam, <i>qishash</i>. Dari kasus tersebut bisa jadi seorang muslim justru menyalahkan hukumnya, tanpa menengok kepada alur peristiwa dan hukum. Ini yang justru sangat dikhawatirkan, oleh karenanya saya menganggap ini ujian yang sangat berat bagi muslimin, karena ini bisa menggoyah keimanan dan keislamannya. Kembali, sebabnya adalah tiadanya informasi yang cukup tentang kejadian yang sesungguhnya dan tentang apa itu hukum <i>qishash</i> dalam Islam.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kita tutup sejenak lembaran ibu Ruyati, karena itu sifatnya kasuistik yang untuk mempelajarinya perlu studi kasus. Kita akan coba buka lembaran ensiklopedi fikih Islam, untuk mengetahui apa itu <i>qishash</i>.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ternyata <i>qishash</i> bukan hanya ada dalam al-Quran bahkan dahulu dalam kitab Taurat pun telah ada syariatnya, saat kitab Taurat masih murni. Allah berfirman yang artinya, “<i>Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” </i>[<b>Q.S. al-Maidah:45</b>]</div>
<div style="text-align: justify;">
Namun demikian, syariat <i>qishash</i> dalam hal pembunuhan, nyawa dibayar nyawa, tidak sesederhana yang dibayangkan, bahkan hal itu tidak terlepas dari segala aturan yang terkait dengannya. Sebagai contohnya, diantara beberapa syarat seseorang dibalas bunuh, misalnya si pembunuh adalah <i>mukallaf</i> (dibebani hukum, red.), dan si pembunuh membunuhnya dengan suka rela, tidak dipaksa. Dengan pembunuhan <i>‘qotlul amd’</i> (sengaja melakukan pembunuhan dengan alat yang mematikan).</div>
<div style="text-align: justify;">
Dan di antara syarat meminta <i>qishash</i> adalah bahwa seluruh wali korban sepakat untuk membalas bunuh, bila ada salah satu saja yang memaafkan, maka gugurlah permintaan <i>qishash</i>.</div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk diketahui pula bahwa balas bunuh bukanlah satu-satunya pilihan bagi keluarga korban, tetapi ada dua pilahan, Nabi memberikan dua opsi, <i>“Barangsiapa yang salah satu keluarganya terbunuh maka dia di antara dua pilihan, diberi diyat (tebusan) atau di-qishash.”</i> [Sahih, <b>H.R. al-Bukhari</b>]</div>
<div style="text-align: justify;">
Bahkan, dalam Islam sangat dianjurkan bagi para wali korban untuk memaafkan, artinya tidak membalas bunuh tapi membayar diyat. Dan lebih baik lagi jika para wali korban tersebut memaafkan tanpa bayaran sama sekali. Lihatlah firman Allah yang artinya, <i>“Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari <b>saudaranya</b>,“</i> [Q.S. al-Baqarah:178]. Lihatlah penggunaan kata saudara, apa rahasia di balik itu?</div>
<div style="text-align: justify;">
Asy Syaikh as-Sa’dy dalam tafsirnya mengatakan, “Terkandung pada ayat tersebut anjuran untuk berbelaskasih dan memaafkan, mengganti qishash dengan diyat, dan lebih bagus lagi memaafkan tanpa minta diyat”.</div>
<div style="text-align: justify;">
Bahkan, Rasulullah sendiri senantiasa menyarankan para wali korban untuk memberikan maaf. Shahabat Anas bin Malik menceritakan, <i>“Tidaklah didatangkan kepada Rasulullah satu urusan qishash pun kecuali beliau menyarankan untuk dimaafkan”.</i> [Sahih, <b>HR Ibnu Majah</b>. Lihat Sahih Sunan]</div>
<div style="text-align: justify;">
Bahkan Rasulullah pernah memberikan harta yang sangat banyak kepada orang-orang Laits agar mereka mau memaafkan, dan tidak menuntut <i>qishash</i>.</div>
<div style="text-align: justify;">
Namun, hal ini tentu tanpa mengesampingkan hak keluarga korban. Kita tidak bisa hanya memandang orang yang hendak dieksekusi. Tentu hak korban juga harus diperhatikan, mereka orang yang telah dirugikan dalam hal ini, salah satu anggota keluarga mereka telah wafat dengan cara dibunuh, dan bukankah membunuh itu dosa yang sangat besar? (lihat Q.S. an-Nisa’:93). Bayangkan kalau itu menimpa salah satu kita -semoga tidak terjadi-. Andai mereka memaafkan, itu keutamaan yang sangat tinggi nilainya, tapi kalau mereka tetap menuntuk hak, itu hak mereka, bukan sikap yang adil kalau hak mereka dihambat.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pihak pemerintah yang sebagai hakim, mereka adalah pengayom bagi kedua belah pihak yang bertikai, bukan sikap adil kalau mereka langsung memutuskan pancung, atau memutuskan maaf. Dia harus melihat kejadian secara fakta yang nyata lalu menghukuminya tanpa dipengaruhi oleh pihak manapun.</div>
<div style="text-align: justify;">
Seandainya pun pihak yang akan di-<i>qishash</i> itu adalah keluarga hakim sendiri, ia harus tetap berbuat adil, dahulu Nabi pernah mengatakan, <i>“Seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri tentu akan aku potong tangannya.”</i> Saat itu telah terjadi pencurian oleh salah seorang wanita bangsawan dari kabilah Bani Makhzum, ia telah diproses secara hukum dan ia mesti mendapatkan hukuman potong tangan. Keluarga wanita tersebut merasa keberatan. Bagaimana mungkin seorang wanita dari keluarga bangsawan harus dipotong tangannya karena mencuri. Maka mereka meminta sahabat Usamah bin Zaid, sebagai orang yang sangat disayangi Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> untuk memintakan maaf, dengan kata lain, mengurungkan hukum potong tangan tersebut. Beliau pun marah dan mengucapkan, <i>“Yang menghancurkan umat sebelum kalian adalah bila yang mencuri di antara mereka adalah bangsawan, mereka biarkan (kebal hukum), dan bila yang mencuri orang lemah mereka tegakkan hukum padanya”</i> lalu mengucapkan ucapan tersebut di atas. Wanita itu pun akhirnya mengambil pelajaran dari pemotongan tangan tersebut dan semakin memperbaiki ketaatannya. [Sahih HR <b>an Nasai</b>. Lihat Sahih Sunan Nasa’i]</div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam kasus Ruyati, memang benar apa yang dikatakan duta besar RI bahwa Raja pun tidak bisa campurtangan bila hukum telah diputuskan dan keluarga korban tetap tidak mau memaafkan. (<a href="http://fokus.vivanews.com/news/read/228792-raja-saudi-tidak-bisa-ikut-campur">http://fokus.vivanews.com/news/read/228792-raja-saudi-tidak-bisa-ikut-campur</a>)</div>
<div style="text-align: justify;">
Namun apa yang bisa dilakukan Raja, Hakim, atau pihak RI, mereka hanya bisa menganjurkan keluarga korban untuk menempuh jalan damai, <i>ishlah</i>, saling memafkan, minimalnya berpindah kepada diyat, walaupun bernilai besar, dan lebih baik lagi gratis. Seperti yang sering dilakukan Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihhi wa sallam</i>.</div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk diketahui pula, seandainya hakim memutuskan bahwa pembunuhan ini <i>qotlul ‘amd</i> (pembunuhan sengaja, pembunuhan dengan alat yang mematikan). Bisa jadi si pembunuh sebenarnya tidak berniat membunuh, ia hanya ingin melukai, tapi ternyata justru kematian yang terjadi. Dalam kondisi seperti ini, hakim tetap menghukumi secara fakta lapangan. Adapun ucapan si pembunuh bahwa ia tidak bermaksud membunuh, hakim tidak tahu sejauh mana kejujurannya, maka kata-kata tersebut tidak merubah hukum. Ada kemungkinan ia jujur dalam pengakuan tersebut, tapi hanya Allah yang mengetahui. Atas dasar itu, hukum hakim hanya sebatas hukum dunia, dan hakim hanya dapat menganjurkan wali korban untuk memaafkan. Jika si pembunuh telah mengaku bahwa ia tidak punya niatan untuk membunuhnya, kalau ia jujur dan tetap dilaksanakan <i>qishash</i>, maka wali korban yang meng-<i>qishash</i> dianggap telah melakukan pembunuhan terhadapnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Abu Hurairah pernah bercerita, telah terjadi pembunuhan terhadap seseorang di zaman Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>, maka perkara tersebut diajukan kepada beliau. Setelah proses, Nabi menyerahkan pembunuh tersebut kepada wali korban untuk dibalas bunuh. Ternyata si pembunuh mengatakan, <i>“Wahai Rasulullah, demi Allah, saya tidak bermaksud membunuhnya.”</i> Rasulullah pun mengatakan kepada keluarga korban, <i>”Kalau dia jujur, dan kamu tetap membunuhnya maka kamu masuk neraka.”</i> Akhirnya keluarga korban melepaskannya. [Sahih, HR <b>Abu Dawud</b> dan yang lain. Lihat Sahih Sunan]</div>
<div style="text-align: justify;">
Hukum <i>qishash</i>, dalam Islam bukan hanya sebagai hukuman, ada sisi lain yang jarang dipahami oleh banyak orang, yaitu bahwa hukum tersebut juga berfungsi sebagai <i>kaffarah,</i> penutup dosa. Sehingga, hukuman di akhirat bisa terbebaskan dengan di-<i>qishash</i> ini. Dan tentu, hukuman di dunia jauh-jauh lebih ringan ketimbang hukum di akhirat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Ibnul Qoyyim</b> menjelaskan, “Yang benar, pembunuhan itu terkait dengan 3 hak: hak Allah, hak yang terbunuh, dan hak keluarganya. Maka jika si pembunuh menyerahkan dirinya dengan suka rela kepada wali korban, karena menyesal dan takut kepada Allah, lalu bertaubat dengan taubat yang benar, maka hak Allah gugur dengan taubatnya. Hak keluarga gugur dengan <i>qishash</i>, damai, atau pemberian maaf. Tinggal hak orang yang terbunuh, maka Allah akan memberikan gantinya untuk hamba-Nya yang bertaubat tersebut dan Allah akan memperbaiki hubungan antara keduanya.”</div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan penjelasan di atas, seandainya ibu Ruyati salah, semoga ia benar-benar taubat dengan <i>taubatan nashuha</i>, sehingga dosanya terampuni, dan diterima di sisi-Nya. Amin…</div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk itu, jangan sampai kasus semacam ini memengaruhi keimanan kita terhadap Islam, banyak pihak ingin memanfaatkannya untuk menyudutkan pihak tertentu, dengan berbagai gosip yang tak bertanggung jawab. Yang cukup aneh dan lucu dalam kasus ini, demi menyudutkan orang Arab, ada yang menganggap bahwa ibu Ruyati membunuh karena membela diri dari upaya pemerkosaan majikannya. <b>Padahal yang dibunuhnya adalah seorang nenek-nenek tua, dan pada dasarnya majikannya adalah keluaga yang baik. Sebagaimana diakui teman satu majikan Ibu Ruyati yang bernama Suwarni, hanya saja si nenek malang -semoga Allah merahmatinya dan memafkannya- suka marah-marah. Ibu Ruyati pun mengakui sebab pembunuhannya adalah </b><b>rasa kesal akibat sering dimarahi oleh ibu majikan dan kecewa karena majikan tidak mau memulangkan. Ruyati juga menyatakan berniat untuk melarikan diri namun pintu rumah selalu terkunci sehingga tidak dapat keluar dari rumah majikan. </b><b>Ruyati mengaku tidak pernah disiksa oleh majikannya. (</b><a href="http://m.inilah.com/read/detail/1620212/inilah-kronologis-proses-hukum-tki-ruyati/">http://m.inilah.com/read/detail/1620212/inilah-kronologis-proses-hukum-tki-ruyati/</a>)<b> </b></div>
<div style="text-align: justify;">
Seandainya pembunuhnya bukan ibu Ruyati, tapi orang Arab sendiri, tentu akan dihukumi dengan hukuman yang sama. Dan faktanya, sudah banyak warga Saudi Arabia yang mati dalam hukum pancung. Memang orang jahat di mana-mana ada, dan kejahatan tetap kejahatan di manapun dan oleh siapapun.</div>
<div style="text-align: justify;">
Yang paling berbahaya, ketika kasus ini dipakai untuk menyudutkan Islam. Padahal bila dilihat dengan jujur dan benar, bahwa dalam hal ini syariat Islam lah yang paling adil dan paling menjaga perasaan semua pihak, paling bijak dalam memutuskan. Kita selaku seorang muslim yang hakiki bukan muslim liberal (orang yang mengaku muslim tapi jauh dari Islam), tentu mengimani firmanNya:</div>
<br />
<h1 style="text-align: justify;">
<b>وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ</b></h1>
<div style="text-align: justify;">
<i>“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa</i>. [<b>Q.S. al-Baqoroh:179</b>].</div>
<div style="text-align: justify;">
Imam Asy Syinqithi dalam tafsirnya menjelaskan, “Di antara pentunjuk Al-Quran yang lebih tepat dan adil adalah <i>qishash</i>, karena bila seseorang marah kemudian bertekad membunuh orang lain, lalu ingat bahwa bila ia membunuh ia akan dibunuh dengan sebab itu, ia akan takut dari akibat perbuatannya sehingga ia mengurungkan niatnya. Sehingga, tetap hiduplah orang yang akan ia bunuh dan dia pun tetap hidup karena tidak membunuh sehingga tidak dibunuh karena <i>qishash</i>. <b>Dengan dibunuhnya seorang pembunuh, akan mengakibatkan hidupnya banyak orang yang tidak diketahui jumlahnya kecuali oleh Allah.</b> Hal itu, sebagaimana kami sebutkan, sesuai dengan firman Allah (artinya), “<i>Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa</i>.[<b>Q.S.</b> <b>Al Baqarah:179</b>].</div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak diragukan bahwa ini adalah jalan yang paling adil dan paling lurus. Oleh karenanya, telah disaksikan di penjuru dunia, baik dahulu maupun sekarang, sedikitnya jumlah pembunuhan pada negeri-negeri yang berhukum dengan hukum Allah. Karena, <i>qishash</i> adalah peringatan keras terhadap tindak pembunuhan seperti yang Allah sebutkan dalam ayat yang tersebut tadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dan apa yang disebutkan oleh orang-orang anti Islam bahwa <i>qishash</i> tidak bijaksana karena menyebabkan berkurangnya jumlah komunitas masyarakat -yakni membunuh yang kedua setelah matinya yang pertama-, bahwa semestinya dihukum dengan dipenjara, dan bisa jadi ia beranak di balik terali besi sehingga menambah jumlah komunitas masyarakat, ini semua adalah ucapan yang tidak ada nilainya, kosong dari hikmah atau kebijaksanaan. Karena penjara tidak membuatnya jera dari pembunuhan (Apalagi jaman sekarang yang semuanya bisa ditebus dengan uang, penerj.), dan bila hukuman itu tidak membuat jera maka orang-orang rendahan itu akan banyak melakukan pembunuhan sehingga akan bertambah banyak pembunuhan dan komunitas masyarakat akan berkurang berkali lipat.” [dikutip dari <b>Adhwa`ul Bayan</b>, hal:427-428, karya Syaikh Amin Asy-Syinqithi].</div>
<div style="text-align: justify;">
Oleh: Al-Ustadz Qomar ZA, Lc.</div>
<div style="text-align: justify;">
http://tashfiyah.net/?p=701</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3421279525660568767.post-17047807359684340022011-06-18T16:00:00.001+07:002011-06-18T16:02:28.870+07:00Dauroh Nasional bersama Masyayikh tahun 2011 (16-17 Juli 2011)RALAT: PERUBAHAN TANGGAL PELAKSANAAN DAURAH MASYAYIKH 1432 H/2011 MSegala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala, shalawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam, keluarganya, shahabatnya dan orang-orang yang mengikuti beliau n hingga akhir zaman.<br />
<br />
Terkait dengan pengumuman pelaksanaan Kajian Islam Ilmiah Ahlus Sunnah wal Jamaah 1432 H/ 2011 M beberapa waktu yang lalu, ada perubahan tanggal, insya Allah menjadi:<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Haril : Sabtu—Ahad, <br />
Tanggal : 14—15 Sya’ban 1432 H/ <br />
<b>16—17 Juli 2011 M</b><br />
Waktu : 09.00—selesai <br />
Tempat : Masjid Agung Manunggal, Bantul, Yogyakarta.<br />
<br />
<br />
<br />
Alhamdulillah, sebuah kabar gembira bagi kaum muslimin di Indonesia. Pada tahun 1432 H (2011 M) ini, kembali akan dilaksanakan daurah ilmiah bersama para ulama dari Timur Tengah.<br />
<br />
Di antara masyayikh yang insya Allah akan hadir adalah:<br />
<br />
1. Asy-Syaikh Ubaid al-Jabiri (Madinah)<br />
2. Asy-Syaikh Dr. Khalid azh-Zhafiri (lulusan Universitas Islam Madinah)<br />
3. Asy Syaikh Muhammad Ghalib (mahasiswa program doktoral Universitas Islam Madinah), dan<br />
4. Asy-Syaikh Khalid bin Abdirrahman Jad.<br />
<br />
<br />
Tema:<br />
Amar Ma’ruf Nahi Mungkar dalam Islam Bukan Anarkisme.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Selengkapnya klik pamflet ini :<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-GeciYNhqslE/Tfxo3Q0hbqI/AAAAAAAAAFs/51uVyvnZXUI/s1600/dauroh_nasional_2011.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://4.bp.blogspot.com/-GeciYNhqslE/Tfxo3Q0hbqI/AAAAAAAAAFs/51uVyvnZXUI/s320/dauroh_nasional_2011.jpg" width="210" /></a></div><br />
http://www.salafy.or.id/modules/artikel2/artikel.php?id=1796Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3421279525660568767.post-36755506275720335412011-06-16T07:51:00.001+07:002011-06-16T09:13:01.633+07:00Rasa takutnya Nabi shallallahu alahi wasallam ketika terjadi gerhana<div style="text-align: justify;">Matahari pernah mengalami gerhana pada masa Nabi shallallahu alahi wasallam, kemudian Nabi shallallahu alahi wasallam bangkit dengan segera penuh rasa ketakutan yang sangat akan waktu bencana telah datang waktunya karena sesatnya dan melampaui batasnya mayoritas penduduk bumi atau masa ditiupnya sangkakala telah datang. Seakan beliau lupa karena rasa ketakutanya yang sangat dari firman Allah: "<i>Dan Allah tidak mengadzab merka pada saat kamu (wahai Nabi) masih ada di antara mereka."</i> (Al-Anfal: 33)</div><div style="text-align: justify;">Beliau juga seakan lupa bahwa ditiupnya sangkakala itu itu didahului tanda-tanda kiamat yang belum terjadi.</div><a name='more'></a><br />
<div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kemudian beliau masuk masjid dan menunaikan shalat kusuf yang panjang berdirinya, rukuknya, dan sujudnya ... Kemudian setelah selesai dari shalat beliau menjelaskan kepada manusia bahwa gerhana matahari atau bulan dan lainnya adalah termasuk tanda kekuasaan Allah yang Allah gunakan untuk menakut-nakuti hamba-Nya, bukan karena meninggalnya atau lahirnya seseorang (tokoh), akan tetapi Allah mengirimnya untuk membuat takut para hamba-Nya. <b>Kemudian memerintahkan orang yang melihatnya untuk bersegera dengan penuh ketakutan kepada Allah untuk mengingat Allah dengan shalat, doa, istighfar, (takbir, sedekah) karena perkara tersebut bisa menghilangkan musibah yang terjadi dan menolak musibah yang dikawatirkan.</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sumber: Tanbih al-afham 2/334, 337 karya syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3421279525660568767.post-43659499985455278562011-06-16T07:46:00.001+07:002011-06-16T09:14:07.449+07:00Gerhana Kadang Sebagai Pertanda Adzab, Kejelekan, Musibah dan Fitnah<div style="text-align: justify;"><i>Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah</i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Gerhana adalah dihilangkanya sinar matahari atau bulan baik secara keseluruhan atau sebagian. dan tidak terjadi gerhana kecuali dengan perintah Allah. Allah telah menjadikan <b>dua sebab gerhana</b>:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Pertama: secara hissi</b> yang diketahui oleh para ahli falak dengan perhitungan, yaitu bila bulan terletak antara bumi dan matahari pada gerhana matahari dan bila bumi terletak antara matahari dan bulan pada gerhana bulan.</div><a name='more'></a><br />
<div style="text-align: justify;">Oleh karena itu tidak terjadi gerhana matahari kecuali pada akhir bulan qamariyah ketika bulan mendekati tempat perputaran matahari, sehingga bisa menghalangi antara matahari dan bumi. Dan tidak terjadi gerhana bulan kecuali di pertengahan bulan qamariyah, ketika bulan berhadapan dengan matahari dari arah yang berlawanan, sehingga bumi menghalangi antara keduanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Sebab kedua: Secara syari</b> yang tidak diketahui manusia. Hanya diketahui malalui wahyu Allah. Hal itu merupakan kehendak Allah untuk menakut-nakuti para hamba-Nya dengan hal itu, <b>karena kadang bisa sebagai pemberitahuan bahwa satu adzab hukuman Allah telah terbentuk sebab-sebabnya, atau kejelekan-kejelekan telah terbuka pintu-pintunya, atau fitnah-fitnah (ujian, musibah, bencana) dalam perkara agama atau dunia telah terkoyak hijabnya.</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tidak ada pertentangan antara sebab hissi dan syari pada orang yang mempuyai hati atau memperdengarkan dalam keadaan dia menyaksikan. Sehingga gerhana terjadi dengan perintah Allah dan taqdir-Nya. Allah menetapkan sebab-sebab hissi sehingga sehingga dengannya terjadi gerhana, dan hikmah dari hal itu adalah untuk menakut-nakuti para hamba Allah, sebagaimana Allah mentaqdirkan gempa, petir, angin topan, dan lainnya dengan sebab hissi, dan padanya ada pelajaran bagi orang-orang yang berakal dan pengingat bagi kaum mukminin dan nasehat bagi orang-orang yang bertakwa. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sumber: Tanbih al-Afham 2/326.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3421279525660568767.post-42013995553264646792011-04-27T12:01:00.000+07:002011-04-27T12:01:34.331+07:00Hakekat Demonstrasi Terhadap Penguasa Muslim<div style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">Oleh: Syaikh Abdul Aziz bin Yahya Al-Bura’i hafizhahullah</span></div><div style="text-align: justify;"><i>Bismillahirrahmanirrahim</i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i>Alhamdulillah rabbil alamin, wa shollallahu ‘ala Muhammad wa ‘ala alihi wasallam. Wa asyhadu an la ilaha illallah wahdahu la syarika lah wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuluh. Amma ba’du:</i></div><div style="text-align: justify;">Termasuk yang <b>baru</b> muncul pada masa ini perkara yang disebut oleh para pelakunya dengan nama demonstrasi dan aksi mogok, baik untuk memprotes sebagian kebijakan penguasa atau sebagai bentuk pemberontakan untuk melengserkan penguasa dan menggantinya dengan yang lain. Ini semua HARAM TIDAK BOLEH.</div><a name='more'></a><div style="text-align: justify;">Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa yang mengadakan perkara <b>baru </b>dalam urusan kami yang bukan berasal darinya maka dia tertolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha). Dan dalam lafadz Muslim (yang artinya): “Barangsiapa yang melakukan satu perbuatan yang tidak ada perintah kami, maka dia tertolak.” Dan demonstrasi-demonstrasi ini -dan perkara baru lainnya- adalah bid’ah dan kesesatan yang tidak berdasar nash syar’i, tidak dibangun di atas petunjuk salaf ummat islam. Bahkan itu merupakan metode sekte sesat khawarij dan mu’tazilah.</div><div style="text-align: justify;">Orang yang menyangka ada nash syar’i (sebagai landasan hal itu), hanyalah mengubah makna-makna nash dari tempat sebenarnya dan membawakan dalil-dalil yang tidak benar. Barangsiapa yang menyangka bahwa salaf dulu melakukan demikian dia telah membuat kedustaan atas nama mereka. Allah berfirman (yang artinya):</div><div style="text-align: justify;">“Barangsiapa yang mendurhakai Rasulullah setelah jelas petunjuk dan dia mengikuti jalannya selain orang-orang beriman (para shahabat dan orang beriman setelahnya), maka akan Kami palingkan dia ke arah yang dia condongi dan niscaya Kami masukkan dia ke neraka jahannam. Dan itulah sejelek-jelek tempat kembali.”</div><div style="text-align: justify;"><b>[Perintah Untuk Bersabar Terhadap Kekurangan Pemerintah]</b></div><div style="text-align: justify;">Allah telah memerintahkan kita untuk bersabar terhadap para penguasa kita, meskipun mereka berbuat jahat dan zhalim. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari 7056 dan Muslim 1709 dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, dia mengatakan: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyeru kami dan membaiat kami. Kemudian beliau mengambil sumpah agar kami membaiat di atas sikap mendengar dan taat dalam keadaan kami bersemangat atau tidak suka, baik dalam masa kami susah atau lapang, dan agar kami tidak mencoba merebut kekuasaan dari pemiliknya, kecuali jika kalian melihat satu kekufuran yang sangat jelas dimana kalian memiliki bukti tentang hal itu di sisi Allah.”</div><div style="text-align: justify;">Dalam hadits ini jelas-jelas bila rakyat hak mereka disia-siakan, mereka diperintahkan untuk bersabar. Demikian ini karena mafsadah (kerusakan, dampak buruk) dari memecah belah persatuan negara muslimin itu tidak sama dengan kerusakan-kerusakan yang lain.</div><div style="text-align: justify;"><b>[Siapa di Balik Berbagai Demo?]</b></div><div style="text-align: justify;">Terlebih lagi di sana ada campur tangan-tangan tersembunyi yang menggerakkan konspirasi- konspirasi dan demonstrasi-demonstrasi ini. Dan salah satu pemimpin barat telah menyatakan dengan jelas pada waktu sebelumnya: “Badai politik akan menghempas negeri muslimin.” Mereka juga menyatakan: “Janganlah para pemerintah muslimin menyangka bahwa mereka dalam kondisi aman.” Kegoncangan di beberapa negara menunjukkan bahwa hal itu ada pelaku di baliknya dan bahwa hal itu tidak terjadi mengalir begitu saja. Maka takutlah kepada Allah pada diri-diri kalian, negeri kalian dan pemerintah kalian.</div><div style="text-align: justify;"><b>[Contoh kerusakan yang muncul dengan demo]</b></div><div style="text-align: justify;">Tidak tersembunyi bagi kalian apa yang terjadi dalam kekacauan ini baik yang bentuknya gangguan keamanan dan ketertiban, perkara yang menimbulkan ketakutan, terlebih lagi perampasan harta (perampokan), pencurian hak-hak milik dan hilangkan kemaslahatan umum dan pembunuhan, sesungguhnya yang keluar pada berbagai demonstrasi adalah orang-orang rendahan, ditambah dengan orang-orang yang tertipu dari orang-orang yang berniat baik namun tidak tahu bahwa itu adalah tipu muslihat yang didalangi. Apa persangkaanmu jika para pencuri, para penjahat, dan para perampok. Setiap orang jelek menggunakan kesempatan dalam demo-demo ini untuk mewujudkan keinginan mereka.</div><div style="text-align: justify;">Kalian melihat orang-orang yang melakukan aksi mogok, mereka tidak shalat lima waktu. Kadang aksi mogok itu di jalan-jalan yang asalnya merupakan kuburan. Maka di antara mereka yang shalat, dia shalat di kuburan. Sedang hukum shalat di kuburan adalah batal.</div><div style="text-align: justify;">Ditambah lagi kebanyakan atau hampir semua waktu diperdengarkan nyanyian dengan pengeras suara. Ini semua penyelisihan terhadap syariat yang diketahui oleh setiap orang yang berakal.</div><div style="text-align: justify;"><b>[Siapakah Sebenarnya Orang Yang Menggerakkan Demo-Demo Ini?]</b></div><div style="text-align: justify;">Ketahuilah bahwa orang yang menggerakkan demo-demo ini juga ikut serta dalam kekuasaan sekarang ini. Maka setiap kebathilan, setiap kerusakan, setiap kejelekan yang engkau ingkari dari para penguasa, orang-orang ini mereka ikut andil di dalamnya. Yang diinginkan dari memunculkan demo-demo dan kekacauan-kekacauan ini adalah keinginan untuk menyingirkan penguasa agar diganti yang lain. Sedang korbannya adalah rakyat. Rakyat dijadikan sebagai kepanjangan tangan untuk saling menekan antar kelompok.</div><div style="text-align: justify;">Hendaknya engkau kembali memperhatikan siapa yang memimpin demo-demo ini, engkau akan dapati mereka ini adalah orang-orang kaya raya yang tidak merasa puas dengan harta mereka, harta bapak-bapak mereka, gaji mereka, dan bisnis mereka.</div><div style="text-align: justify;">Intinya aku mengingatkan setiap rakyat ... dengan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:</div><div style="text-align: justify;">المرء مع من أحب يوم القيامة</div><div style="text-align: justify;">“Seorang akan bersama dengan yang dia sukai di hari kiamat.”<a href="http://draft.blogger.com/post-create.g?blogID=3421279525660568767#_ftn1" title="">[1]</a></div><div style="text-align: justify;">Engkau lihat dalam demo-demo ada berbagai macam manusia, yang tidak pantas bagi orang yang shalih berakal untuk terus bersama mereka dalam keadaan mereka seperti itu.</div><div style="text-align: justify;">Ditambah semua yang mereka tuntut adalah perkara dunia semua, tidak ada sedikitpun tuntutan agama. Engkau tidak lihat salah seorang dari mereka mengingkari sistem demokrasi imporan dari negeri-negeri kafir dan menyelisihi agama Allah. Tidak ada seorang yang menuntut untuk dihilangkannya ikhtilat (campur baur) di universitas-universitas, juga dihilangkannya kerusakan-kerusakan di media massa dan internet dan lainnya yang menunjukkan bahwa kasus ini semua tujuannya untuk selain Allah. Kalau tuntutan mereka ini syar’i, tentu tidak dengan cara seperti ini, tetapi dengan cara menasehati secara sembunyi-sembunyi yang diberi manfaat oleh Allah. Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:</div><div style="text-align: justify;">أفضل الجهاد كلمة حق عند سلطان جائر</div><div style="text-align: justify;">“Seutama-utama jihad adalah <b>satu kalimat</b> (nasehat) yang benar <b>di sisi penguasa</b> yang zhalim.” (HR An-Nasai dari Thariq bin Syihab radhiyallahu ‘anhu)</div><div style="text-align: justify;">Beliau bersabda: “<b>satu kalimat</b>”, tidak mengatakan: “satu pedang” atau “satau senjata api” dst.</div><div style="text-align: justify;">Beliau juga bersabda: “<b>di sisi penguasa</b>”, tidak mengatakan di jalan-jalan, ceramah-ceramah, papan-papan, atau demo-demo atau seruan-seruan.</div><div style="text-align: justify;">Atas demikian ini aku mengajak setiap orang yang mendengar ucapanku ini untuk berhenti dari demo-demo. Kami mengatakan hal demikian ini sebagai nasehat bagi Allah, bagi Kitab-Nya dan Arasul-Nya serta para imam kaum muslimin dan keumuman mereka.</div><div style="text-align: justify;">Sumber: http://olamayemen.com/show_art51.html</div><br />
<div><br />
<br />
<hr align="left" size="1" width="33%" /><br />
<div><div style="text-align: justify;"><a href="http://draft.blogger.com/post-create.g?blogID=3421279525660568767#_ftnref1" title="">[1]</a> Di hari kiamat hanya ada dua tempat, surga atau neraka. Dan neraka adalah tempatnya orang-orang kafir, orang-orang ahli bidah, orang-orang ahli maksiat serta orang-orang yang membuat kerusakan. Kita berlindung kepada Allah dari neraka. (Pent)</div><br />
</div></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3421279525660568767.post-47720599433627421352011-04-22T14:46:00.003+07:002012-02-02T07:03:44.347+07:00Apa yang kita lakukan terhadap penguasa yang zhalim, fasik, dan suka berbuat dosa?<div style="text-align: center;">Oleh: Syaikh Sa’ad Al-Husain Hafizhahullah</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Rakyat wajib taat kepada pemerintah penguasa meskipun penguasa zhalim dan jahat, meskipun fasik dan berbuat dosa, kecuali jika penguasa memerintahkan suatu kemaksiatan kepada Allah, maka tidak boleh mentaati makhluk dalam hal bermaksiat kepada Allah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:</div><div style="text-align: justify;">عليك السمع والطاعة في عسرك ويسرك ومنشطك ومكرهك وأثرة عليك</div><div style="text-align: justify;">"Engkau (sebagai rakyat) harus mendengar dan taat (kepada pemerintah) dalam kesusahan dan kelapanganmu, dalam perkara yang engkau senangi atau benci, meskipun (mereka) tidak memenuhi hakmu." (HR. Muslim)</div><a name='more'></a><div style="text-align: justify;">Dan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan:</div><div dir="RTL" style="text-align: justify;">"إنها ستكون بعدي أثرة وأمور تنكرونها" قالوا: كيف تأمر من أدرك منا ذلك؟ قال: "تؤدون الحق الذي عليكم وتسألون الله الذي لكم"</div><div style="text-align: justify;">"Sungguh akan muncul setelahku sikap penguasa yang mementingkan dunia dan perkara-perkara yang kalian ingkari." Mereka bertanya: “Apa yang engkau perintahkan kepada kami jika mendapati hal itu?” Beliau menjawab: "Tunaikan hak penguasa yang menjadi kewajibanmu dan (berdoalah kepada Allah) minta hak kalian kepada-Nya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan:</div><div style="text-align: justify;">من يطع الأمير فقد أطاعني ومن يعص الأمير فقد عصاني</div><div style="text-align: justify;">"Barangsiapa mematuhi pemerintah (selain dalam perkara maksiat) berarti telah mematuhiku, dan barangsiapa mendurhakai pemerintah berarti telah mendurhakaiku." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bahkan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan:</div><div dir="RTL" style="text-align: justify;">يكون بعدي أئمة لا يهتدون بهداي ولا يستنون بسنتي" قال حديفة: كيف أصنع يا رسول الله إن أدركت ذلك؟ قال صلى الله عليه وسلم: "تسمع وتطيع للأمير وإن ضرب ظهرك وأخذ مالك فاسمع وأطع</div><div style="text-align: justify;">"Akan ada para penguasa yang tidak mengambil aturan dengan aturanku dan tidak mengambil sunnah dengan sunnahku.” Shahabat Hudzaifah bertanya: “Bagaimana yang akan aku lakukan wahai Rasulullah, jika aku mendapati hal itu?” Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Dengar dan taatilah penguasa, meskipun dia memukul punggungmu dan merampas hartamu. Tetap dengar dan taat kepadanya." (HR. Muslim) ...</div><div style="text-align: justify;">Semoga shalwat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad, keluarganya, dan para shahabatnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">http://www.saad-alhusayen.com/articles/50</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3421279525660568767.post-92218675968354829372011-04-22T14:45:00.000+07:002012-02-02T07:03:44.365+07:00Hak Rakyat Atas Pemerintah (Kewajiban Penguasa Terhadap Rakyat)<div style="text-align: center;">Oleh: Syaikh Sa’ad Al-Husain Hafizhahullah</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Hak Rakyat Atas Pemerintah (Kewajiban Penguasa Terhadap Rakyat)</b></div><div style="text-align: justify;">Memperbaiki rakyatnya -pertama- dalam urusan agama, kemudian -kedua- dalam perkara dunia, dengan menyebarkan aqidah (yang benar) dan sunnah nabi, dengan bentuk pendidikan, hukum dan dakwah kepada Allah dilandasi dengan ilmu agama, dan mencegah bid’ah (perkara baru dalam agama), yang paling besarnya adalah membangun masjid-masjid di kuburan-kuburan, monumen, dan tempat-tempat ziyarah yang dikeramatkan, dan bid’ah-bidah lainnya yang dibawahnya. Dan rakyat mendapat hak dari penguasa pemerintah berupa hak kebaikan dan penjagaan. Hendaknya pemerintah tidak membebani mereka dengan perkara yang tidak mereka mampu, dan hendaknya menyediakan untuk mereka layanan kehidupan yang dimampu oleh penguasa. Dan hendaknya penguasa pemerintah menjadi suri teladan yang shalih baik dalam perkara agama dan dunia.</div><a name='more'></a><div style="text-align: justify;">Allah berfirman:</div><div style="text-align: justify;">وأن احكم بينهم بما أنزل الله ولا تتبع اهواءهم</div><div style="text-align: justify;">“Dan hukumilah mereka dengan petunjuk yang diturunkan Allah dan jangan engkau mengikuti kehendak hawa nafsu mereka.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:</div><div style="text-align: justify;">ما من عبد يسترعيه الله رعية، يموت يوم يموت وهو غاش لرعيته إلا حرم الله عليه الجنة</div><div style="text-align: justify;">"Tidak ada seorang hamba yang dijadikan Allah mengatur rakyat, kemudian dia mati dalam keadaan menipu rakyatnya (tidak menunaikan hak rakyatnya), kecuali Allah akan haramkan dia (langsung masuk) surga." (HR. Muslim)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan:</div><div style="text-align: justify;">كلكم راع ومسؤول عن رعيته</div><div style="text-align: justify;">"Masing-masing kalian adalah penguasa dan akan dimintai (pertanggung jawaban oleh Allah) atas rakyatnya." (HR. Al-Bukhari)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sumber: http://www.saad-alhusayen.com/articles/50</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3421279525660568767.post-70889022346256346132011-04-22T14:42:00.001+07:002012-02-02T07:03:44.382+07:00Hak Penguasa Atas Rakyatnya (Kewajiban Rakyat Terhadap Penguasa)<div style="text-align: center;">Oleh: Syaikh Sa’ad Al-Husain Hafizhahullah</div><div style="text-align: justify;">Hak Penguasa Atas Rakyatnya (Kewajiban Rakyat Terhadap Penguasa):</div><div style="text-align: justify;">Mentaati, mematuhinya dalam perkara yang tidak mengandung maksiat, mendoakan kebaikan untuknya<a href="http://draft.blogger.com/post-create.g?blogID=3421279525660568767#_ftn1" title="">[1]</a>, memberikan nasehat kepadanya<a href="http://draft.blogger.com/post-create.g?blogID=3421279525660568767#_ftn2" title="">[2]</a>. Allah berfirman:</div><div style="text-align: justify;">يا أيها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي الأمر منكم</div><div style="text-align: justify;">“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan ulil amri (penguasa dan ulama) di antara kalian.” (QS. An-Nisa: 59)</div><a name='more'></a><div style="text-align: justify;">Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:</div><div style="text-align: justify;">من خرج من الطاعة وفارق الجماعة فمات؛ مات ميتة جاهلية</div><div style="text-align: justify;"><i>"Barangsiapa memberontak dari ketaatan kepada penguasa dan memecah-belah jamaah kaum muslimin, kemudian dia mati, maka dia mati seperti mati jahiliyyah." </i>(HR Muslim)</div><div style="text-align: justify;">Beliau juga bersabda:</div><div style="text-align: justify;">الدين النصيحة،... لله ولرسوله ولكتابه ولأئمة المسلمين وعامتهم</div><div style="text-align: justify;">"Agama adalah nasihat, ... bagi Allah, bagi Rasul-Nya, bagi Kitabnya, dan bagi penguasa kaum muslimin dan keumuman mereka".</div><div style="text-align: justify;">Dan termasuk nasehat untuk penguasa semua adalah dengan mendoakan kebaikan untuk penguasa untuk diberi kebaikan dan taufik serta hidayah.</div><div style="text-align: justify;">Imam Ahmad bin Hanbal ketika disebutkan penguasa pada masanya beliau berkata: "Aku mendoakan kebaikan dan keselamatan untuknya." (Kitab As-Sunnah karya Al-Khallal hal 84).</div><div style="text-align: justify;">Imam Al-Barbahari mengatakan: "Jika anda melihat seorang mendoakan kejelekan untuk penguasa (muslim), maka ketahuilah bahwa dia adalah pengikut hawa nafsu, jika engkau mendengar dia mendoakan kebaikan untuk penguasa (muslim), maka dia adalah ahlussunnah. Kita diperintah untuk mendoakan kebaikan untuk penguasa (muslim) dan tidak diperintahkan untuk mendoakan kejelekan untuk meskipun mereka berbuat dosa dan zhalim, karena sisi dosa mereka akan ditanggung mereka sendiri sedang sisi kebaikan mereka itu akan berpengaruh pada diri mereka dan kaum muslimin (secara umum).” (Syarhus Sunnah hal. 51).</div><br />
<div><br />
<hr align="left" size="1" width="33%" /><br />
<div style="text-align: justify;"><br />
<a href="http://draft.blogger.com/post-create.g?blogID=3421279525660568767#_ftnref1" title="">[1]</a> Bukan malah mencaci mereka, menebarkan kebencian terhadap penguasa, selalu menyalahkan kebijakan mereka baik dalam media massa, forum-forum atau mimbar-mimbar dan lainnya. Seperti ini adalah ajarannya syiah rafidhah dan khawarij. Yang berakhir sampai mengkafirkan pemerintah muslim bahkan sampai menghalalkan darah mereka. (pent)<br />
<br />
</div><div><div style="text-align: justify;"><a href="http://draft.blogger.com/post-create.g?blogID=3421279525660568767#_ftnref2" title="">[2]</a> bukannya membuka aib mereka, menampakkan kelemahan mereka di depan musuh. Tetapi memberi masukan yang baik kepada mereka dengan niat ikhlas, tidak dengan berdemo, atau cara-cara menjatuhkan dan lainnya yang bukan merupakan ajaran islam. Meskipun itu dilakukan oleh partai yang mengatakan dirinya partai islam. (pent)</div><div style="text-align: justify;">Sumber: http://www.saad-alhusayen.com/articles/50</div><br />
</div></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3421279525660568767.post-60220629218638852652011-04-18T10:04:00.002+07:002011-04-18T10:04:59.608+07:00Sebagaimana kalian, demikianlah pula penguasa atau pemimpin kalian<div style="text-align: justify;">Kalimat ini bukanlah sebuah hadits nabi, meskipun hal itu sangat terkenal di masyarakat. Akan tetapi itu merupakan suatu hikmah yang beredar di pembicaraan masyarakat dan para ahli sejarah secara khusus. Karena itu adalah satu kaedah kekuasaan yang terbuang, yang dipersaksikan oleh pembahasan dan penelitian sejarah. Maka <b>hampir</b> tidak ada yang jadi penguasa atau pemimpin sekumpulan orang kecuali yang mencocoki mereka, baik dari sisi keshalihan atau lainnya. Maka setiap penguasa atau pemimpin itu berasal dari watak bawahan atau rakyatnya. Dan telah diketahui bahwa Allah menguasakan fir’aun kepada kaumnya, karena kaumnya itu seperti dia. Sebagaimana firman Allah:</div><a name='more'></a><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">فَاسْتَخَفَّ قَوْمَهُ فَأَطَاعُوهُ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا فَاسِقِين</div><div style="text-align: justify;"><i>“Maka Fir'aun mempengaruhi kaumnya lalu mereka patuh kepadanya, karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik.”</i> (QS. Az-Zuhruf: 54)</div><div style="text-align: justify;">Allah menyebutkan bahwa mereka adalah orang yang fasik. Oleh karena itu Allah menjadikan penguasa mereka orang yang sesuai dengan mereka. Sebagaimana kata Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa (16/338): “Orang yang mudah dipengaruhi adalah orang yang bodoh yang tidak beramal dengan ilmu agamanya, bahkan dia mengikuti hawa nafsunya.”</div><div style="text-align: justify;">Dan nampak bahwa ini adalah sebuah kata hikmah masa lampau. Al-‘Ajluni dalam Kasyfu Al-Khufa’ (1/147) berkata: “Hal itu diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dari Al-Hasan Al-Basri. Dia mendengar seseorang mendoakan kejelekan<a href="http://draft.blogger.com/post-create.g?blogID=3421279525660568767#_ftn1" title="">[1]</a> Al-Hajjaj (gubernur yang bengis pada waktu itu). Maka Al-Hasan Al-Basri berkata kepadanya: ‘Jangan kau lakukan, sesungguhnya penguasa kalian itu datang dari diri kalian sendiri. Kami hanya kawatir bila dia dicopot atau mati, akan dikuasakan kepada kalian (orang yang berjiwa) kera-kera dan babi-babi. Telah diriwayatkan bahwa bagaimana keadaan amal perbuatan kalian itulah keadaan pemimpin atau penguasa kalian, sebagaimana kalian demikianlah penguasa kalian’.” ......</div><div style="text-align: justify;">Telah lewat penjelasan bahwa jiwa itulah akar pertama sebuah musibah. Dan telah lewat pula penjelasan bahwa manusia akan memetik buah amal perbuatan mereka. Dan penguasa itu juga merupakan salah satu bentuk buahnya. Hal itu mengikuti amal perbuatan yang bermacam-macam. Oleh karena itu dikatakan: “Kezhaliman penguasa itu adalah dari kejelekan amal perbuatan.” Dan yang dimaksud dengan penguasa adalah pemerintah dan para petugas yang bertanggung jawab. .....</div><div style="text-align: justify;">Jadi makna ucapan orang-orang “kezhaliman penguasa itu adalah kejelekan amal-perbuatan” adalah bahwa kezhaliman pihak yang bertanggung jawab itu disebabkan oleh jeleknya amal perbuatan rakyatnya.<a href="http://draft.blogger.com/post-create.g?blogID=3421279525660568767#_ftn2" title="">[2]</a></div><div style="text-align: justify;">(Diambil dari Kitab Kama Takunu Yuwalla ‘Alaikum, karya Syaikh Abdul Malik Ramadhani, http://www.sahab.net/forums/index.php? s=315034274ff73470a2098dd968581ef0& showtopic=119514)</div><br />
<div style="text-align: justify;"><br />
<br />
<br />
<hr align="left" size="1" width="33%" /><br />
<div><br />
<a href="http://draft.blogger.com/post-create.g?blogID=3421279525660568767#_ftnref1" title="">[1]</a> Yang disyariatkan adalah untuk <b>mendoakan kebaikan</b> bagi para penguasa. Bila penguasa baik maka akan baiklah urusan kaum muslimin.<br />
<br />
</div><div><br />
<a href="http://draft.blogger.com/post-create.g?blogID=3421279525660568767#_ftnref2" title="">[2]</a> Maka hendaklah kita bercermin bagaimana agama dan keadaan kita. Apakah kita adalah orang yang baik, sehingga Allah menjadikan orang-orang yang mengurusi urusan kita juga orang baik, ataukah kita orang-orang jelek, sehingga Allah menguasakan orang-orang jelek kepada kita.<br />
<br />
</div></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3421279525660568767.post-44370909121781446902011-03-16T08:57:00.004+07:002012-02-02T07:03:44.399+07:00Pelajaran bagi Kaum Muslimin dari Kejadian di Libya<div style="text-align: justify;">Berikut ini adalah nasehat Syaikh Zaid bin Muhammad Hadi Al-Madkhali <i>hafizhahullah</i> untuk ikhwan salafi Libya. Dimana dalam kejadian di Libya, sebagian orang di sana berdemo menuntut Presiden mereka Khadafi untuk mundur, sampai kepada tindakan memberontak. Khadafi tidak mau mundur dan mengerahkan segala kekuatannya untuk menumpas pemberontak. Demikian juga dengan para pemberontak. Tindakan yang membabi buta sehingga tak sedikit kaum muslimin yang tidak ikut-ikutan menjadi korban, baik jiwa, harta dan kehormatan mereka. Padahal Islam menjaga lima perkara, yaitu: agama, akal, kehormatan, harta dan jiwa. Semuanya jadi kacau dan seakan tak berharga ketika masa fitnah perang saudara ini. Ini adalah pelajaran bagi kita semua, kaum muslimin di Indonesia. Di dalam kejadian ini ada pelajaran nikmatnya keamanan dan ketenangan, dimana manusia terjaga kelima perkara di atas dan mereka bisa beramal untuk kebaikan agama dan dunia mereka.</div><a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam kondisi genting seperti itu, ikhwan salafi di Libia menghubungi Syaikh Zaid Bin Muhammad Hadi Al-Madkhali hafizahullah, kemudian beliau memberikan nasehat untuk menghadapi fitnah ini:</div><div style="text-align: justify;"><i>“Segala puji bagi Allah. Semoga shalawat dan salam tercurah atas Rasulullah, keluarganya, dan para shahabatnya. Adapun sesudah itu:</i></div><div style="text-align: justify;">Sesungguhnya kami merasa sedih di tempat ini dan ikut tersibukkan dengan yang kalian alami. Kami berdoa kepada Allah untuk menjadikan jalan keluar bagi kalian dekat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dan hendaknya kalian mengetahui bahwa fitnah peperangan yang terjadi ini adalah suatu takdir yang telah ditetapkan oleh Allah, sedangkan kita adalah satu ummat yang beriman dengan takdir. Bersama dengan bersabar, mengharap pahala dari Allah dan berusaha semampu mungkin untuk menempuh asbab syar'i untuk menolak kejelekan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Maka aku memberikan wasiat kepada para penuntut ilmu agama seperti kalian dalam masa fitnah dan ujian ini:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b><i>Pertama</i></b><i>: untuk kembali berserah diri kepada Allah dengan menunaikan perkara-yang fardhu dan sholat-sholat rawatib, memperbanyak doa pada waktu sahur (sepertiga malam terakhir). Allah menjanjikan bagi kalian untuk mengabulkan doa. Sebagaimana firman Allah:</i></div><div style="text-align: justify;">وقال ربكم ادعوني استجب لكم<i> </i></div><div style="text-align: justify;"><i>‘Dan Rabb kalian terlah berfirman: Berdoalah kalian kepada-Ku, Aku akan mengabulkannya bagi kalian.’</i></div><div style="text-align: justify;"><i>Maka berdoalah kalian dalam keadaan kalian yakin akan dikabulkan.</i></div><div style="text-align: justify;"><i> </i></div><div style="text-align: justify;"><b><i>Kedua</i></b><i>: Jika kekuatan dan serangannya ini terjadi tanpa perhitungan (membabi buta)</i></div><div style="text-align: justify;"><i>terhadap kehormatan, harta benda dan darah (jiwa), maka tinggallah kalian di rumah-rumah kalian. Tutuplah pintu-pintu rumah kalian. Barangsiapa yang tanpa ijin masuk ke rumah kalian dan membuka pintu rumah kalian, maka cegahlah dia sehingga tidak terjadi pengrusakan terhadap kehormatan, harta benda dan jiwa kalian. Cegahlah dengan cara yang paling mudah, jika dia enggan maka tolaklah dengan yang kalian mampu. Hakikatnya orang yang melanggar hak orang lain, hukumnya dalam syariat Islam dia diperangi. Jika sampai dia terbunuh, maka dia di neraka. Adapun orang yang haknya dirampas, jika dia disakiti atau terbunuh dalam keadaan muslim, maka dia syahid di surga. Sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan aku menegaskan kepada kalian untuk mencegah dengan cara yang paling mudah. Jika orang yang zhalim itu menolak, maka boleh dia diperangi dan dibunuh. Kadang bisa sampai tingkat wajib (untuk mencegah), jika dia ingin merusak harta benda, kehormatan dan jiwa. Cegahlah dengan mulai cara yang termudah. Tutuplah pintu dan jagalah kehormatan kalian. </i></div><div style="text-align: justify;"><i> </i></div><div style="text-align: justify;"><i>Kami memohon kepada Allah untuk menghilangkan fitnah ini dalam waktu yang dekat, kemudian menggantikan keadaan takut mencekam dengan keamanan. Wassalamu ‘alaikum warahmatullah wabarakatuh.”</i></div><div style="text-align: justify;"><i> </i></div><div style="text-align: justify;">Sumber: http://njza.net/Default_ar.aspx?Page_ID=114</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3421279525660568767.post-10958443560432158822011-02-13T08:32:00.000+07:002011-02-13T08:32:51.143+07:00Mencermati Beberapa Butir Pernyataan PB JAI (Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia)<div style="text-align: justify;">Penulis : Al-Ustadz Qomar ZA</div><div style="text-align: justify;">Agama Ahmadiyah, dalam perjalanannya di Indonesia ini mengalami berbagai macam lika-liku. Bahkan tak jarang terjadi tindakan kekerasan terhadap mereka disebabkan ajaran agama mereka yang begitu meresahkan kaum muslimin. Karena kecemburuan agama, merekapun bertindak walaupun caranya terkadang tak terkendali sehingga terjadi kekeliruan-kekeliruan. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni muslimin tersebut.<span id="more-729"></span></div><div style="text-align: justify;">Namun sudah semestinya Ahmadiyah mendapatkan tindakan yang keras dari pihak yang berwenang agar mereka kembali kepada kebenaran atau agar tidak ada lagi upaya penyesatan umat. Walhasil, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sempat menfatwakan kesesatan JAI pada tahun 1980, lalu pada tahun 2005 masing-masing dari JAI dan GAI dinyatakan sesat. BAKOR PAKEM (Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat) pun pernah merekomendasikan kepada pemerintah untuk melarang keberadaan mereka di seluruh wilayah tanah air.</div><a name='more'></a><br />
<div style="text-align: justify;">Singkat cerita, sementara keputusan pemerintah belum muncul, terjadi perkembangan-perkembangan yang sementara ini berakhir pada pernyataan PB JAI yang diwakili oleh Abdul Basit sebagai amir JAI yang berjumlah 12 butir pernyataan. Atas dasar 12 butir tersebut lalu status mereka menjadi dalam pengawasan untuk melaksanakannya. Namun dalam pandangan beberapa pihak yang mencermatinya bahwa itu hanya semacam pasal karet. Atau kalau menurut pandangan penulis, itu merupakan permainan kata-kata yang tidak mengubah keyakinan asal mereka, atau bahkan sebagiannya lebih tepat untuk dinyatakan pernyataan dusta. Di sini kami akan menyebutkan beberapa butir tersebut, di antaranya:</div><div style="text-align: justify;">1. Kami warga jemaat Ahmadiyah sejak semula meyakini dan mengucapkan dua kalimat syahadat sebagaimana yang diajarkan oleh Yang Mulia Nabi Muhammad Rasulullah SAW yaitu, asyhadu anlaa-ilaaha illallahu wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah, artinya: aku bersaksi bahwa sesungguhnya tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah Rasullullah.</div><div style="text-align: justify;">Tanggapan:</div><div style="text-align: justify;">Menghadapi firqah semacam mereka ini, kita tidak boleh bersikap lugu atau pura-pura tidak tahu. Kita tidak boleh merasa aman dari kedustaan mereka. Sebab, bila nabi mereka saja berani berdusta atas nama Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berdusta di hadapan manusia, apalagi pengikutnya. Saya mengatakan demikian, karena dalam pandangan saya, pernyataan mereka ini tidak mengubah keyakinan asli Ahmadiyah. Memang mereka mengikrarkan persaksian yang sama, namun maksudnya berbeda.</div><div style="text-align: justify;">Ini pernah dinyatakan oleh putra Ghulam Ahmad yaitu Basyir Ahmad: “Kami tidak butuh dalam agama kami kepada kalimat baru untuk syahadat tentang kenabian Ghulam Ahmad. Karena tidak ada bedanya antara Nabi dan Ghulam Ahmad, sebagaimana dikatakan oleh Ghulam Ahmad sendiri, ‘Jadilah keberadaanku itu keberadaannya, dan barangsiapa yang membedakan antara aku dan Al-Mushthafa maka dia tidak kenal aku.’ [1]</div><div style="text-align: justify;">Ini kenyataan yang ada. Sehingga yang di India pun syahadatnya sama dengan muslimin pada umumnya. Namun maksudnya sangat jauh berbeda, karena yang mereka maksud dengan Muhammad adalah Ghulam Ahmad.</div><div style="text-align: justify;">2. Sejak semula kami warga jemaat Ahmadiyah meyakini bahwa Muhammad Rasulullah adalah khatamun Nabiyyin (nabi penutup).</div><div style="text-align: justify;">Tanggapan:</div><div style="text-align: justify;">Pernyataan ini masih juga menyelipkan beberapa tanda tanya. Secara tekstual, kata-kata ini bertentangan dengan pengakuan Ghulam Ahmad sendiri, sebagaimana yang telah lewat penyebutan sebagiannya. Apalagi dikatakan bahwa ini sejak awal, tentunya tidak mungkin.</div><div style="text-align: justify;">Kemudian mereka menyatakan meyakini Nabi Muhammad itu sebagai nabi penutup. Penutup apa maksudnya? Di samping mereka sempat meyakini bahwa Ghulam Ahmad bukan Nabi yang independen, bahkan ia mengikuti syariat Nabi Muhammad, yang Ghulam istilahkan dengan Nabiyyun Muttabi’ (Nabi yang mengikuti). Lihat pembahasan Sekilas Tentang Sejarah Munculnya Ahmadiyah. Sehingga Nabi Muhammad adalah penutup untuk Nabi yang membawa syariat yang tersendiri atau independen, yang mereka istilahkan dengan (Ash-habusy-syari’ah) (lihat pembahasan Kajian Utama 1 Sub Judul Penyelewengan Ahmadiyah terhadap Makna Ayat). Itu berarti menurut mereka tidak menutup kemungkinan akan adanya Nabi setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dari pernyataan mereka tersebut, tidak berarti mereka menolak eksistensi Ghulam Ahmad sebagai Nabi. Tolong dicamkan.</div><div style="text-align: justify;">3. Di antara keyakinan kami bahwa hadhrat Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang guru, mursyid, pembawa berita gembira dan peringatan serta pengemban mubasysyirat, pendiri dan pemimpin Jemaat Ahmadiyah yang bertugas memperkuat dakwah dan syi’ar Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.</div><div style="text-align: justify;">Tanggapan:</div><div style="text-align: justify;">Tentu pembaca memerhatikan awal pernyataan ini yaitu: ‘Di antara keyakinan kami.’ Tentu ini tidak berarti menafikan keberadaan Ghulam Ahmad sebagai nabi. Sebab, seandainya saja kita terapkan kata-kata berikut ini: “Di antara keyakinan kami bahwa… adalah seorang guru, mursyid, pembawa berita gembira dan peringatan serta pengemban mubasysyirat” pada salah seorang Nabi, tentu akan benar. Sehingga tak lain, itu hanya permainan kata-kata yang tidak mengubah keyakinan mereka yang sesungguhnya. Kalau mereka betul-betul tidak meyakini Ghulam Ahmad sebagai Nabi, mengapa ketika Ketua MUI mengusulkan penambahan anak kata bahwa ‘Mirza Ghulam Ahmad bukan Nabi’ tidak ditampung dalam pernyataan JAI?</div><div style="text-align: justify;">7. Buku Tadzkiroh bukanlah kitab suci Ahmadiyah, melainkan catatan pengalaman rohani Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad yang dikumpulkan dan dibukukan serta diberi nama Tadzkiroh oleh pengikutnya pada tahun 1935, yakni 27 tahun setelah beliau wafat (1908).</div><div style="text-align: justify;">Tanggapan:</div><div style="text-align: justify;">Pernyataan ini tidak menafikan bahwa mereka punya kitab suci yang diyakini sebagai wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan nama yang lain. Karena justru yang dikenal oleh orang-orang Ahmadiyah di sana bahwa nama kitab mereka adalah Al-Kitabul Mubin. Muhammad Yusuf Al-Qadiyani mengatakan dalam bukunya An-Nubuwwah fil Ilham (hal. 43): “Sesungguhnya Allah menamai kumpulan ilham Ghulam Ahmad dengan Al-Kitabul Mubin. Satu ilham disebut satu ayat. Maka yang meyakini bahwa seorang Nabi harus memiliki kitab, dia wajib mengimani kenabian Ghulam Ahmad dan kerasulannya. Karena Allah telah menurunkan kepadanya kitab dan Dia namakan dengan Al-Kitabul Mubin. Ia tetapkan baginya sifat ini walaupun orang-orang kafir benci.”</div><div style="text-align: justify;">Ghulam Ahmad sendiri pernah mengatakan: “Turun kepadaku Kalamullah dengan begitu banyaknya. Seandainya dikumpulkan maka tidak kurang dari 20 juz.” (Haqiqatul Wahyi hal. 391 karya Ghulam Ahmad, dinukil dari makalah Al-Qadiyaniyyah wa ‘Aqa`iduha karya Asy-Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir hal. 336)</div><div style="text-align: justify;">Demikianlah, agar menjadi perhatian dan agar kaum muslimin senantiasa dalam kehati-hatian serta kewaspadaan dari kelompok-kelompok sesat lagi kafir semacam mereka. Sengaja kami hanya menampilkan beberapa catatan saja pada beberapa butir dari 12 butir pernyataan mereka tersebut, karena keterbatasan ruang.</div><div style="text-align: justify;">Footnote:</div><div style="text-align: justify;">[1] Al-Fadhl dinukil dari Review of Religions hal. 158 no. 4 juz 14.</div><div style="text-align: justify;">Sumber: http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=678</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3421279525660568767.post-84821618462503296982011-02-13T08:30:00.002+07:002011-02-13T08:30:37.579+07:00Inilah Aqidah (I'tiqad, keyakinan) Ahmadiyah<div style="text-align: justify;">Penulis : Al-Ustadz Qomar ZA</div><div style="text-align: justify;">Firqah Ahmadiyah memiliki aqidah yang sangat bertolak belakang dengan aqidah kaum muslimin pada umumnya, sehingga mestinya mereka tidak boleh menamakan diri mereka dengan muslimin. Semestinya juga mereka tidak menamakan tempat ibadah mereka dengan masjid. Kami akan sebutkan beberapa contoh aqidah yang sangat menonjol pada mereka diantaranya:<span id="more-726"></span></div><div style="text-align: justify;">1. Meyakini bahwa mereka memiliki sesembahan yang memiliki sifat-sifat manusia, seperti puasa, shalat, tidur, bangun, salah, benar, menulis, menandatangani, bahkan bersenggama dan melahirkan.</div><div style="text-align: justify;">Seorang pemeluk Ahmadiyah bernama Yar Muhammad mengatakan: “Bahwa Al-Masih Al-Mau’ud (yakni Ghulam Ahmad) suatu saat pernah menerangkan tentang keadaannya: ‘Bahwa dia melihat dirinya seolah-olah seorang wanita, dan bahwa Allah memperlihatkan kepada dirinya kekuatan kejantanannya’.” (Dhahiyyatul Islam karya Yar Muhammad hal. 34)</div><a name='more'></a><br />
<div style="text-align: justify;"> Na’udzubillah (kita berlindung kepada Allah). Maha Suci sesembahan kaum muslimin dari sifat semacam itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Asy-Syura ayat 11:</div><div style="text-align: justify;">لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ</div><div style="text-align: justify;">“Tidaklah serupa dengan-Nya sesuatupun dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”</div><div style="text-align: justify;">Yang mereka sifati itu adalah sesembahan mereka, bukan sesembahan muslimin.</div><div style="text-align: justify;">2. Bahwa para Nabi dan para Rasul tetap diutus sampai hari kiamat, tidak tertutup dengan kenabian dan kerasulan Nabi Muhammad bin Abdillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.</div><div style="text-align: justify;">Tentu hal ini menyelisihi Al-Qur`an, hadits yang mutawatir, dan ijma’ muslimin.</div><div style="text-align: justify;">3. Bahwa Ghulam Ahmad adalah Nabi dan Rasul.</div><div style="text-align: justify;">Hal ini telah terbukti kepalsuannya.</div><div style="text-align: justify;">4. Bahwa Ghulam Ahmad lebih utama dari seluruh Nabi dan Rasul, termasuk Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.</div><div style="text-align: justify;">5. Bahwa wahyu turun kepada Ghulam Ahmad.</div><div style="text-align: justify;">Wahyu hanyalah turun kepada Nabi yang sesungguhnya, dan itu telah terputus dengan Nabi Muhammad bin Abdillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lihat kembali penjelasan Ibnu Hazm rahimahullahu yang telah lewat.</div><div style="text-align: justify;">6. Bahwa yang membawa wahyu kepadanya adalah malaikat Jibril ‘alaihissalam.</div><div style="text-align: justify;">7. Bahwa dia memiliki agama yang terpisah dari seluruh agama, dan bahwa mereka memiliki syariat yang tersendiri. Umat mereka adalah umat yang baru, umat Ghulam Ahmad.</div><div style="text-align: justify;">Atas dasar hal ini, semestinya mereka tidak menyandarkan diri mereka kepada Islam dan hendaknya dengan terang-terangan mereka memproklamirkan antipati mereka kepada Islam, serta tidak menyebut tempat ibadah mereka sebagai masjid.</div><div style="text-align: justify;">8. Bahwa mereka memiliki kitab tersendiri yang kedudukannya menyerupai Al-Qur`an. Terdiri dari 20 juz, namanya adalah Al-Kitabul Mubin.</div><div style="text-align: justify;">9. Bahwa Qadiyan seperti Makkah dan Madinah, bahkan lebih utama dari keduanya.</div><div style="text-align: justify;">10. Bahwa haji mereka adalah dengan menghadiri muktamar tahunan di Qadiyan.</div><div style="text-align: justify;">11. Menghapuskan syariat jihad fi sabilillah melawan orang-orang kafir.</div><div style="text-align: justify;">Demi kelanggengan Tuhan mereka yang sesungguhnya yaitu para penjajah.</div><div style="text-align: justify;">12. Menganggap kafir seluruh umat Islam, yakni selain mereka.</div><div style="text-align: justify;">13. Mencela Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Nabi Isa ‘alaihissalam.</div><div style="text-align: justify;">Di antara yang dia ucapkan tentang Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya Nabi (Muhammad) memiliki 3.000 mukjizat, namun mukjizatku melebihi 1.000.000 mukjizat.” (تحفة كولره:40 وتذكرة الشهادتين:41 karya Ghulam Ahmad)</div><div style="text-align: justify;">Di antara ucapannya tentang Nabi Isa ‘alaihissalam adalah: “Sesungguhnya Isa adalah seorang pecandu khamr dan perilakunya jelek.” (حاشية ست بجن:172 karya Ghulam Ahmad)</div><div style="text-align: justify;">Dia katakan juga: “Sesungguhnya Isa cenderung kepada para pelacur, karena nenek-neneknya dahulu adalah para pelacur.” (ضميمة انجام آثم، حاشية ص 7 karya Ghulam Ahmad)</div><div style="text-align: justify;">Semua itu adalah tuduhan yang sama sekali tiada berbukti. Bahkan, siapa yang sesungguhnya pencandu khamr? Lihatlah kisah berikut ini. Ghulam menulis surat kepada salah seorang muridnya di Lahore agar mengirimkan kepadanya wine dan membelinya dari toko seseorang yang bernama Belowmer. Ketika Belowmer ditanya wine itu apa, ia menjawab: “Salah satu jenis yang sangat memabukkan dari jenis-jenis khamr yang diimpor dari Inggris dalam kemasan tertutup.” [1]</div><div style="text-align: justify;">Persaksian semacam ini banyak dari pengikutnya, mereka sadari atau tidak. Majalah Ahmadiyah Al-Fadhl juga menyebutkan: “Sesungguhnya Al-Masih Al-Mau’ud Ghulam Ahmad adalah seorang nabi. Sehingga tidak mengapa baginya bila bercampur baur dengan wanita-wanita, menjamah mereka, memerintahkan mereka untuk memijit-mijit kedua tangan dan kakinya. Bahkan yang semacam ini menyebabkan pahala, rahmat, dan berkah.” (edisi 20 Maret 1928 M)</div><div style="text-align: justify;">Adapun tentang Nabi ‘Isa ‘alaihissalam cukup bagi kaum muslimin firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:</div><div style="text-align: justify;">قَالَ إِنَّمَا أَنَاْ رَسُوْلُ رَبِّكِ لأَهَبَ لَكِ غُلاَمًا زَكِيًّا</div><div style="text-align: justify;">“Ia (Jibril) berkata (kepada Maryam): ‘Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Rabbmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci’.” (Maryam: 19)</div><div style="text-align: justify;">14. Mencela para sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.</div><div style="text-align: justify;">15. Bahwa dia adalah Al-Masih Al-Mau’ud.</div><div style="text-align: justify;">16. Bahwa dia adalah Al-Imam Mahdi.</div><div style="text-align: justify;">Tentang dua hal terakhir, telah kami bantah dalam majalah Asy-Syari’ah edisi 33 tentang Imam Mahdi dan edisi 35 tentang Turunnya Nabi Isa.</div><div style="text-align: justify;"><strong>Ahmadiyah Lahore</strong></div><div style="text-align: justify;">Sebagaimana diketahui, muncul perpecahan di tubuh Ahmadiyah, khususnya setelah kematian “Nabi” mereka Mirza Ghulam Ahmad. Muncul sebagai pecahan Ahmadiyah Qadiyan apa yang kemudian dikenal dengan Ahmadiyah Lahore.</div><div style="text-align: justify;">Di Indonesia pun demikian. Ada yang mengikuti asalnya, sehingga di Indonesia ada yang disebut Jemaat Ahmadiyah Indonesia disingkat JAI yang berpusat di antaranya di Parung, Bogor, sebagai wujud dari Ahmadiyah Qadiyan. Ada juga Gerakan Ahmadiyah Indonesia disingkat GAI yang berpusat di Yogyakarta sebagai wujud dari Ahmadiyah Lahore. Sengaja kami membahas secara khusus Ahmadiyah Lahore ini walaupun dengan ringkas, karena gerakan ini menampakkan penampilan yang lebih ‘bersahabat’ dengan umumnya muslimin, yaitu dengan menampilkan bahwa mereka tidak meyakini Ghulam Ahmad sebagai Nabi, namun sekadar pembaru.</div><div style="text-align: justify;">Untuk diketahui, pimpinan Ahmadiyah Lahore ini adalah Muhammad Ali. Dia belajar ilmu-ilmu sains dan memperoleh gelar magister, namun tidak mendapatkan pekerjaan. Akhirnya ia direkrut untuk menjadi pendamping Nabi palsu Ghulam Ahmad, sehingga dapat memperkokoh kenabiannya dengan adanya potensi menyebarkan kesesatan mereka di kalangan terpelajar. Untuk itu ia digaji oleh penjajah Inggris dengan gaji yang sangat tinggi ketika itu, lebih dari 200 Rupee. Padahal para petinggi negara saja kala itu gajinya tidak lebih dari 50 Rupee.</div><div style="text-align: justify;">Mulailah ia bekerja dengan menjabat sebagai pemimpin redaksi salah satu majalah bulanan Ahmadiyah. Sepeninggal Ghulam Ahmad ia menjadi musyrif (direktur) majalah tersebut dan diserahkan kepadanya tugas penerjemahan makna Al-Qur`an ke bahasa Inggris, yang tentu disisipkan padanya penyelewengan-penyelewengan ala Ahmadiyah. Awalnya terjemahan ini dipimpin oleh khalifah Ghulam yang pertama yaitu Nuruddin. Disebutkan dalam majalah mereka Al-Fadhl, 2 Juni 1931 M, “Sesungguhnya hadhrat khalifah yang pertama bagi Al-Masih Al-Mau’ud (Ghulam Ahmad) dahulu mendiktekan penerjemahan makna-makna Al-Qur’an kepada Ustadz Muhammad Ali. Beliau (Muhammad Ali) mengemban pekerjaan tersebut dan mengambil gaji sebesar 200 Rupee perbulan.”</div><div style="text-align: justify;">Dengan berjalannya waktu dan perkenalan yang semakin mendalam, terjadilah ketidakcocokan antara dia dengan Ghulam Ahmad, karena apa yang dia ketahui bahwa Ghulam Ahmad menumpuk harta umat untuk kepentingan pribadi dan tidak mengikutsertakannya dalam kekayaan tersebut. Sehingga Ghulam mengatakan: “Mereka menuduh kita makan harta haram. Apa hubungan mereka dengan harta ini? [2] Seandainya kita berpisah dengan mereka, mereka tidak akan mendapatkan harta walaupun satu qirsy.” [3]</div><div style="text-align: justify;">Sepeninggal Ghulam Ahmad serta perebutan warisan berupa harta pemberian dari Inggris dan perolehan dari pengikutnya, penjajah Inggris hendak menciptakan trik baru untuk menjaring komunitas muslimin dalam jaring kesesatan. Mereka melihat jurus yang lalu kurang ampuh. Terlebih dengan tersingkapnya kenabian palsu Ghulam Ahmad oleh para ulama Islam, sehingga kaum muslimin pun waspada dari segala penipuannya. Penjajah Inggris pun khawatir bila usahanya lenyap bersama kelompok yang murtad ini. Sehingga mereka menunjuk pembantu kecilnya, Muhammad Ali, yang memimpin kelompok yang beroposisi dengan pewaris tahta Ghulam Ahmad demi kepentingan penjajah untuk membuat jamaah baru dan memproklamirkan bahwa Ghulam Ahmad tidak menyerukan kenabian dirinya, bahkan ia hanya menyerukan bahwa dirinya adalah pembaru agama Islam. Tujuan proklamasi ini adalah untuk menjerat muslimin yang belum terjerat dalam jaring Ghulam Ahmad karena menyadari kepalsuannya, agar dapat masuk dalam jaringnya secara perlahan. Atau paling tidaknya akan menjauh dari agama Islam dan ajaran-ajarannya, termasuk berjihad melawan penjajah.</div><div style="text-align: justify;">Demikian proses kelahiran kelompok ini, yang pada hakikatnya bukan karena perbedaan aqidah dengan Ahmadiyah Qadiyan sebagaimana kesan yang terpublikasi. Semua itu terbukti dengan pernyataan-pernyataan yang termuat dalam surat kabar Ahmadiyah Lahore. Di antaranya: “Kami adalah pelayan-pelayan pertama untuk hadhrat Al-Masih Al-Mau’ud (Ghulam Ahmad). Dan kami beriman bahwa beliau adalah Rasulullah yang jujur yang benar, dan bahwa ia diutus untuk membimbing orang-orang di zaman ini serta memberikan hidayah kepada mereka, sebagaimana kami beriman bahwa tiada keselamatan kecuali dengan mengikutinya.” [4]</div><div style="text-align: justify;">Bahkan Muhammad Ali sendiri menuliskan: “Kami meyakini bahwa Ghulam Ahmad adalah Al-Masih Al-Mau’ud dan Mahdi yang dijanjikan. Dia adalah Rasulullah dan Nabi-Nya. Allah tempatkan dia pada sebuah tempat dan kedudukan, sebagaimana ia terangkan sendiri (yakni lebih utama dari seluruh para Rasul, ed.), sebagaimana kami mengimani bahwa tiada keselamatan bagi yang tidak beriman.” [5]</div><div style="text-align: justify;">Adapun ucapannya: “Sesungguhnya kami tidak meyakini bahwa Ghulam Ahmad itu Nabi Allah dan Rasul-Nya, bahkan kami meyakininya sebagai mujaddid (pembaru) dan muslih,” [6] maka Asy-Syaikh Dr. Ihsan Ilahi Zhahir berkomentar: “Tidak sesuai dengan kenyataan dan tidak sesuai dengan pernyataan-pernyataannya yang lalu dan yang sesungguhnya.”</div><div style="text-align: justify;">Kesimpulannya bahwa Ahmadiyah Lahore menampakkan keyakinan bahwa Ghulam Ahmad hanya sebatas pembaru. Namun pada hakikatnya sama dengan Ahmadiyah Qadiyan dalam hal keyakinan, walaupun para pengikutnya mungkin ada yang mengetahui hakikat ini dan ada yang tidak.</div><div style="text-align: justify;">Yang jelas, keyakinan Ahmadiyah bahwa Ghulam Ahmad adalah pembaru pun sangat keliru dan salah parah. Karena tanpa tedeng aling-aling dengan tegas, yang bersangkutan Ghulam Ahmad menyatakan dirinya sebagi Nabi dan Rasul. Ini merupakan kekafiran. Ditambah lagi berbagai penyimpangan yang ada, seperti yang telah dijelaskan.</div><div style="text-align: justify;">Nah, apakah orang semacam ini pantas disebut sebagai pembaru agama Islam? Atau justru pembaru ajaran Musailamah Al-Kadzdzab dan yang mengikuti jalannya? Sadarlah wahai ulul albab.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Footnote:</div><div style="text-align: justify;">[1] Keterangan dari Nur Ahmad Al-Qadiyani dalam majalah Al-Fadhl, 20 Agustus 1946 M, dinukil dari makalah Asy-Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir, Al-Mutanabbi Al-Qadiyani wa Ihanatuhu Ash-Shahabah hal. 300.</div><div style="text-align: justify;">[2] Asy-Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir mengomentari: Bagaimana mereka tidak ada hubungan, sementara mereka berserikat dalam memperkokoh kenabian?!</div><div style="text-align: justify;">[3] Surat putra Ghulam kepada Nuruddin, terdapat dalam Haqiqat Al-Ikhtilaf karya Muhammad Ali, Aisar Al-Qadyaniyyah Fi Laahur, hal. 50.</div><div style="text-align: justify;">[4] صلح بيغام surat kabar Ahmadiyah Lahore edisi 7 September 1913 M.</div><div style="text-align: justify;">[5] Review of Religions juz 3 no. 11 hal. 411.</div><div style="text-align: justify;">[6] Review of Religions juz 9 no. 7 hal. 248.</div><div style="text-align: justify;">Sumber: http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=677</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3421279525660568767.post-1711642341317981562011-02-13T08:27:00.000+07:002011-02-13T08:27:31.921+07:00Kenabian dan Kerasulan Berakhir dengan Kenabian dan Kerasulan Muhammad bin Abdillah Al-Hasyimi<div style="text-align: justify;">Penulis: Al-Ustadz Qomar ZA<br />
<br />
</div><div style="text-align: justify;">Telah menjadi keyakinan yang asasi dalam Islam, bahwa Muhammad bin Abdillah adalah nabi sekaligus rasul terakhir. Maka sebagai bagian dari prinsip keimanan, tak ada tawar-menawar dalam perkara ini. Tidak ada pula kemungkinan bagi datangnya “kebenaran baru”, sebagaimana diistilahkan para pembela ajaran nabi palsu.</div><div style="text-align: justify;">Merupakan aqidah yang paten, keyakinan yang kokoh melebihi kekokohan gunung-gunung yang tinggi menjulang, bahwa kenabian dan kerasulan telah ditutup dengan kenabian dan kerasulan Nabi kita Muhammad bin Abdillah bin Abdil Muthalib Al-Hasyimi (dari Bani Hasyim) Al-Qurasyi (dari Quraisy) Al-Arabi (dari bangsa Arab), sehingga dialah Nabi dan Rasul terakhir.<span id="more-719"></span></div><a name='more'></a><br />
Keyakinan demikian merupakan penegasan dari atas tujuh langit, dari Allah Rabb semesta alam, Yang menguasai kerajaan langit dan bumi serta dunia dan akhirat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:<br />
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِينًا<br />
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Al-Ma`idah: 3)<br />
<div style="text-align: justify;">Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan: “Ini merupakan nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang terbesar atas umat ini, di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyempurnakan untuk mereka agama mereka. Sehingga mereka tidak lagi membutuhkan agama selain agama mereka. Tidak butuh pula kepada nabi selain Nabi mereka. Oleh karenanya, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikannya sebagai penutup para Nabi serta Allah Subhanahu wa Ta’ala utus dia kepada manusia dan jin.</div><div style="text-align: justify;">مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا<br />
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Ahzab: 40)</div><div style="text-align: justify;">(خَاتَمَ النَّبِيِّينَ) artinya adalah penutup para Nabi. Demikian disebutkan oleh para mufassir -baik dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jamaah maupun selainnya- seperti ditegaskan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari dalam tafsirnya, Al-Qurthubi, Al-Baghawi, Ibnu Katsir, Abu Hayyan, Al-Khazin, An-Nasafi, Fakhruddin Ar-Razi, Az-Zamakhsyari, dan kalangan ahli tafsir selain mereka rahimahumullah. Tidak ada yang menyelisihi mereka kecuali orang-orang belakangan, dan yang tidak memahami bahasa Arab yang dengan bahasa ini Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan Al-Qur`an.</div><div style="text-align: justify;">Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan: “Ayat ini merupakan penegasan bahwa tiada nabi setelahnya. Dan bila tiada Nabi setelahnya, tentu lebih-lebih tiada rasul (setelahnya)… Dengan itulah datang keterangan berupa hadits-hadits yang mutawatir dari rasul.” (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 3/501)</div><div style="text-align: justify;">Ya, Nabi kita yang mulia yang tidak berbicara dari hawa nafsunya melainkan dari wahyu yang diwahyukan kepadanya. Dialah ash-shadiqul mashduq, yang jujur lagi dibenarkan. Beliau telah menegaskan dalam hadits yang cukup banyak jumlahnya, bahkan sampai derajat mutawatir –sebagaimana penegasan Ibnu Katsir rahimahullahu di atas– bahwa kerasulan dan kenabian telah ditutup dengan kenabian dan kerasulan beliau. Sehingga beliaulah Nabi dan Rasul yang terakhir, tiada nabi dan rasul setelahnya.</div><div style="text-align: justify;">Berikut ini sebagian hadits tersebut:<br />
1. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:<br />
أَنَا أَوْلَى النَّاسِ بِابْنِ مَرْيَمَ، الْأَنْبِيَاءُ أَوْلادُ عَلَّاتٍ وَلَيْسَ بَيْنِي وَبَيْنَهُ نَبِيٌّ. قَالَ: فَكَانَ أَبُو هُرَيْرَةَ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: مَثَلِي وَمَثَلُ الْأَنْبِيَاءِ كَمَثَلِ قَصْرٍ أُحْسِنَ بُنْيَانُهُ وَتُرِكَ مِنْهُ مَوْضِعُ لَبِنَةٍ فَطَافَ بِهِ نُظَّارٌ فَتَعَجَّبُوا مِنْ حُسْنِ بُنْيَانِهِ إِِلاَّ مَوْضِعَ تِلْكَ اللَّبِنَةِ لاَ يَعِيبُونَ غَيْرَهَا فَكُنْتُ أَنَا مَوْضِعَ تِلْكَ اللَّبِنَةِ خُتِمَ بِيَ الرُّسُلُ<br />
“Aku adalah orang yang paling dekat dengan Ibnu Maryam. Para Nabi itu adalah anak-anak seibu, dan tidak ada nabi antara aku dan dia.” Kemudian Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Perumpamaan aku dengan para Nabi yang lain adalah bagaikan sebuah istana yang bangunannya diperindah lalu dibiarkan dari bangunan itu satu tempat untuk satu batu bata. Maka orang-orang yang memandangnya berkeliling sehingga merekapun terheran -heran dengan keindahan bangunannya, kecuali satu tempat batu bata tersebut. Mereka tidak mencacat selainnya. Maka akulah yang menduduki tempat batu bata tersebut, ditutup denganku para Rasul.” (HR. Ibnu Hibban, bab Dzikru Tamtsilil Mushthafa ma’al Anbiya` bil Qashril Mabni, 14/361)</div><div style="text-align: justify;">Dalam lafadz Al-Bukhari dan Muslim (وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّيْنَ) “Dan aku adalah penutup para Nabi.” (HR. Al-Bukhari Kitabul Manaqib, Bab Khataminnabiyyin; Muslim Kitabul Fadha`il, Bab Dzikru Kaunihi Khatamannabiyyin)</div><div style="text-align: justify;">2. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menyampaikan hadits dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:<br />
كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ الْأَنْبِيَاءُ، كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ…<br />
“Dahulu Bani Israil dipimpin oleh para Nabi. Setiap kali seorang nabi wafat maka diganti oleh nabi yang lain. Dan sesungguhnya tidak ada Nabi setelahku, yang ada adalah para khalifah dan mereka semakin banyak….” (Shahih, HR. Al-Bukhari Kitabul Anbiya`, Bab Ma Dzukira ‘an Bani Isra`il, no. 3268; Muslim Kitabul Imarah Bab Wujubul Wafa` bi Bai’atil Khulafa` Al-Awwal fal Awwal)</div><div style="text-align: justify;">3. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dia mengatakan: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:<br />
إِنَّ الرِّسَالَةَ وَالنُّبُوَّةَ قَدِ انْقَطَعَتْ فَلَا رَسُولَ بَعْدِي وَلَا نَبِيَّ<br />
“Sesungguhnya kerasulan dan kenabian telah terputus sehingga tidak ada Rasul sepeninggalku dan tidak ada Nabi.” (HR. At-Tirmidzi 4/533 no. 2272, beliau berkata: “Hasan Shahih,” Kitab Ar-Ru`ya, Bab Dzahabatin Nubuwwah wa Baqiyat Al-Mubasyirat; Ahmad 3/267, Al-Hakim 4/433, beliau mengatakan: “Sanadnya shahih menurut syarat Muslim.”)</div><div style="text-align: justify;">4. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:<br />
فُضِّلْتُ عَلىَ الْأَنْبِيَاءِ بِسِتٍّ؛ أُعْطِيتُ جَوَامِعَ الْكَلِمِ، وَنُصِرْتُ بِالرُّعْبِ، وَأُحِلَّتْ لِيَ الْغَنَائِمُ، وَجُعِلَتْ لِيَ الْأَرْضُ طَهُورًا وَمَسْجِدًا، وَأُرْسِلْتُ إِلَى الْـخَلْقِ كَافَّةً، وَخُتِمَ بِيَ النَّبِيُّونَ<br />
“Aku diberi kelebihan atas para nabi dengan enam perkara, aku diberi jawami’ al-kalim (perkataan yang ringkas namun padat), aku diberi kemenangan dengan rasa takut dalam diri musuh, dihalalkan untukku rampasan perang, dijadikannya tanah untukku sebagai alat bersuci dan tempat shalat, serta aku diutus kepada makhluk seluruhnya, dan para nabi ditutup denganku.” (Shahih, HR. Muslim Kitabul Masajid wa Mawadhi’ Ash-Shalah)</div><div style="text-align: justify;">Demikian beberapa hadits dari Nabi kita Muhammad bin Abdillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan masih terdapat banyak lagi hadits yang lain.<br />
Para sahabat Nabi, orang-orang yang ridha terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Allah Subhanahu wa Ta’ala-pun ridha terhadap mereka, juga bersepakat bahwa kenabian dan kerasulan telah ditutup dengan kenabian dan kerasulan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga mereka serentak memerangi Musailamah Al-Kadzdzab dan nabi-nabi palsu yang lain di masa mereka.</div><div style="text-align: justify;">Sehingga para ulama pun berjalan di atas jalur ini. Jalur keselamatan yang telah digariskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, Rasul-Nya, dan yang para sahabat beliau berjalan mengikutinya.</div><div style="text-align: justify;">Berikut adalah beberapa kutipan pernyataan dari ulama tersebut:<br />
# Seseorang mengaku nabi di masa Al-Imam Abu Hanifah rahimahullahu (wafat 150 H) dan mengatakan, ‘Beri aku waktu sehingga aku akan mendatangkan tanda-tandanya.” Maka Al-Imam Abu Hanifah rahimahullahu berkata: “Barangsiapa meminta tanda dari orang itu maka dia telah kafir, berdasarkan sabda Nabi: ‘Tiada Nabi setelahku’.”</div><div style="text-align: justify;"># Ath-Thahawi rahimahullahu (wafat 321 H) berkata dalam bukunya Al-’Aqidah Ath-Thahawiyyah: “Dan bahwa beliau (Muhammad bin Abdillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) adalah penutup para Nabi, imam orang-orang yang bertaqwa, pemimpin para Rasul, kekasih Rabbul alamin. Dan seluruh pengakuan kenabian setelahnya adalah kesesatan dan hawa nafsu.”<br />
# Ibnu Hazm Al-Andalusi rahimahullahu (wafat 456 H) berkata: “Sesungguhnya wahyu telah terputus semenjak wafatnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagai bukti akan hal itu adalah bahwa wahyu tidak diberikan kecuali kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:<br />
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا<br />
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Ahzab: 40) [Al-Muhalla, 1/26]</div><div style="text-align: justify;"># Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullahu berkata: “Barangsiapa mengakui adanya kenabian pada seseorang bersamaan dengan Nabi kita atau setelahnya, semacam kelompok ‘Isawiyyah dari kalangan Yahudi yang menganggap bahwa kerasulan Muhammad hanya kepada orang Arab, atau seperti kelompok Al-Khurramiyyah yang beranggapan bahwa para rasul itu terus berkesinambungan, maka mereka semuanya itu adalah kafir, tidak memercayai Nabi (Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam). Karena beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan bahwa ia adalah penutup para Nabi dan tiada Nabi setelahnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memberitakan bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penutup para nabi dan bahwa ia diutus kepada manusia seluruhnya. Umat pun bersepakat (ijma’) bahwa pernyataan ini dipahami apa adanya, dan apa yang terpahami darinya itulah yang dimaukan, tanpa perlu diselewengkan atau di-takhshish. Maka tidak diragukan akan kafirnya mereka secara pasti, dengan kekafiran yang disepakati dan berdasarkan dalil.” (Asy-Syifa`)</div><div style="text-align: justify;"># Ulama-ulama besar di India pada abad 12 H menuangkan dalam fatwa mereka: “Bila seseorang tidak mengetahui bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai akhir para Nabi maka dia bukan seorang muslim. Seandainya dia mengatakan ‘Aku adalah rasul Allah’ atau dengan bahasa Persia (yang artinya) ‘Aku adalah Nabi’, dan ia maksudkan ‘Aku datang dengan kerasulan’ maka dia kafir.” (Al-Fatawa Al-Alamkiriyyah, 2/263)</div><div style="text-align: justify;"><strong>Penyelewengan Ahmadiyah terhadap Makna Ayat</strong><br />
Ayat-ayat dan hadits-hadits yang shahih bahkan mutawatir demikian tegas dan secara pasti menunjukkan bahwa tiada Nabi setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun demikian, orang-orang Ahmadiyah tetap berusaha menakwilkan, menyelewengkan dari makna aslinya, agar dapat menemukan celah bagi mereka untuk melegitimasi aqidah sesat mereka, sehingga dengan mudah dapat mengelabui masyarakat awam. Di antara bentuk penyelewengan makna ayat adalah:<br />
1. Mereka mengartikan (خَاتَمَ النَّبِيِّينَ) yang berarti penutup atau akhir para Nabi dengan makna (أَفْضَلُ النَّبِيِّينَ) yang paling utama dari para Nabi.<br />
2. Atau mengartikannya dengan mahar para Nabi.<br />
3. Kata (النَّبِيِّينَ) yang berarti para Nabi yakni seluruhnya, mereka artikan dengan sebagian para Nabi.<br />
Dengan penyelewengan makna ayat tersebut, tentu ayat tersebut bukan lagi merupakan nash yang tidak menerima tawar-menawar dalam hal berakhirnya kenabian dan kerasulan dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.<br />
Untuk itu sangat perlu dilakukan pencerahan, agar manipulasi makna ayat tersebut terkuak, sehingga ayat tetap diartikan dengan makna yang sesungguhnya.<br />
Adapun penyelewengan yang pertama, yaitu pengartian (خَاتَمُ النَّبِيِّينَ) dengan arti yang paling utama dari para nabi. Perlu diketahui bahwa pengartian tersebut sama sekali tidak didukung oleh bahasa Arab yang Al-Qur`an turun dengannya. Di mana tidak satupun para pakar bahasa Arab dan para ahli tafsir yang mengartikannya semacam pengartian mereka. Sebagai contoh:</div><div style="text-align: justify;"># Dalam Majma’ Biharil Anwar, penulisnya Muhammad bin Thahir Al-Hindi mengatakan: Al-Khatim (dengan kasrah huruf ta’) dan Al-Khatam (dengan fathah huruf ta’) keduanya adalah termasuk Nama Nabi (Muhammad bin Abdillah). Yang dengan fathah berarti isim (artinya, yang terakhir dari para Nabi). Adapun yang dengan kasrah berarti isim fa’il (artinya, yang mengakhiri para nabi).<br />
# Az-Zabidi dalam kamus Tajul ‘Arus mengatakan: “Di antara nama-nama Nabi adalah Al-Khatim dan Al-Khatam, artinya yang menutup kenabian dengan kedatangannya.”<br />
# Ibnu Faris mengatakan: “(Kata kerja) Kha-ta-ma, artinya mencapai akhir sesuatu. Dan Nabi itu (disebut) Khatimul anbiya, karena beliau adalah akhir para Nabi.”<br />
Penjelasan semakna disebutkan juga oleh ahli bahasa yang lain, semisal Raghib Al-Ashfahani, Al-Jauhari, Abul Baqa’, dan Al-Fairuzabadi.</div><div style="text-align: justify;">Seorang ulama Pakistan terkemuka, Prof. Ihsan Ilahi Zhahir mengatakan setelah menukilkan ucapan para ahli bahasa tersebut: “Inilah yang dikatakan para imam dalam bahasa Arab, orang-orang yang ahli di bidangnya. Kami nukilkan dari kamus-kamus yang terpenting dalam bahasa Arab, dan masing-masing menyebutkan bahwa makna khatam adalah akhir. Sehingga saya tidak mengerti bagaimana orang-orang yang tidak mengerti bahasa Arab sedikitpun menganggap bahwa makna Khatam bukanlah akhir, namun maknanya adalah yang paling utama. Kemudian dengan makna (penutup) ini juga para imam tafsir menafsirkannya.”</div><div style="text-align: justify;">Lalu beliau mengutip tafsir mereka, yang telah kami sebut nama-nama sebagian mereka pada halaman yang telah lewat.<br />
Di samping penafsiran ala Ahmadiyah tersebut tidak sejalan dengan bahasa Arab, tentu juga tidak sesuai dengan kandungan ayat Al-Qur`an yang lain serta tidak sesuai dengan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mutawatir, serta menyelisihi ijma’ para sahabat dan para imam setelah mereka.</div><div style="text-align: justify;">Adapun penyelewengan yang kedua, di mana Khatam diartikan mahar, mahar para nabi. Menurut mereka, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi mahar kepada orang-orang, yang dengan mahar itu seseorang bisa menjadi nabi.<br />
Tentang hal ini Asy-Syaikh Prof. Ihsan Ilahi Zhahir mengatakan: “Tidak lain ini adalah omongan rendahan, (pengartian yang) tidak dikenali oleh orang Arab… Tidak pernah didengar oleh bangsa Arab dan tidak didapati dalam bahasa-bahasa mereka, bahkan sampaipun dalam bahasa-bahasa lain.”</div><div style="text-align: justify;">Adapun penyelewengan yang ketiga, yakni ‘para nabi’ diartikan oleh mereka dengan ‘sebagian para nabi’ sehingga arti ayat tersebut menjadi ‘penutup sebagian dari para nabi’, yakni nabi yang memiliki syariat tersendiri (ash-habusy-syari’ah). Yang mereka maukan adalah Nabi yang tidak memiliki syariat tersendiri, namun menginduk kepada Nabi yang sebelumnya (Nabiyyun Muttabi’). Kesempatan munculnya Nabi yang seperti ini belum ditutup, bahkan masih terbuka.</div><div style="text-align: justify;">Menanggapi syubhat ini, Asy-Syaikh Prof. Ihsan Ilahi Zhahir mengatakan: “Ucapan mereka bahwa yang dimaksud dengan kata ‘para Nabi’ (dalam ayat) adalah para Nabi yang memiliki syariat tersendiri, adalah ucapan yang batil, tidak berdasarkan dalil. Karena (pada ayat tersebut) Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak membedakan antara para Nabi yang membawa syariat tersendiri dengan yang tidak membawa syariat tersendiri. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya mengatakan ‘Nabiyyin’ artinya ‘para Nabi’ dengan bentuk kata yang umum dan mutlak. Dan yang dikenal dalam ilmu ushul bahwa sebuah kata dalam bentuk yang umum maka berlaku sesuai keumumannya, dan yang dalam bentuk mutlak maka berlaku sesuai kemutlakannya, selama tidak ada dalil yang mengkhususkan atau mengikatnya. Dan dalam hal ini tidak terdapat suatu indikasi yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dalam ayat adalah nabi-nabi tertentu. Berbeda dengan nash-nash shahih yang justru menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah kenabian secara umum, sebagaimana yang telah lewat.</div><div style="text-align: justify;">Andaipun ayat dipahami menurut versi mereka yakni dalam tafsir yang menyeleweng, yakni ‘penutup nabi-nabi yang membawa syariat tersendiri’, pada kenyataannya mereka tetap menyalahinya. Karena Mirza Ghulam Ahmad mengaku bahwa dirinya adalah Shahibusy-syari’ah, pemilik syariat tersendiri sebagaimana dalam buku Arba’in karya Ghulam no. 4 hal. 7.” (dinukil dari Al-Qadiyaniyyah wa ‘Aqa`iduha, hal. 337)</div><div style="text-align: justify;">Walaupun di saat yang lain ia juga mengaku bahwa dirinya hanya menginduk kepada syariat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (lihat pembahasan: <a href="http://bimbingan-islam.blogspot.com/2011/02/sekilas-tentang-sejarah-munculnya.html">Sekilas Tentang Sejarah Munculnya Ahmadiyah</a>)</div><div style="text-align: justify;">Ya, begitulah. Plin-plan, bahkan dusta. Karena kenyataannya ajaran yang Mirza Ghulam Ahmad bawa sangat bertolak belakang dengan ajaran Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal yang semacam ini menjadi ciri khas nabi palsu. Wallahu a’lam.</div><div style="text-align: justify;"><a href="http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=673">http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=673</a></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3421279525660568767.post-67605896800003812382011-02-13T08:22:00.000+07:002011-02-13T08:22:46.092+07:00Sekilas Tentang Sejarah Munculnya Ahmadiyah<div style="text-align: justify;">Penulis: Al-Ustadz Qomar ZA</div><div style="text-align: justify;">Banyak sisi kelam dari kisah hidup para nabi palsu yang terkubur oleh puja dan puji para pengikutnya. Mirza Ghulam Ahmad adalah contoh yang amat layak diketengahkan. Bagaimana sesungguhnya akhlak dari “nabi” orang-orang <strong>Ahmadiyah</strong> ini?</div>Dengan menengok –walau sekilas– tentang sejarah munculnya sekte <strong>Ahmadiyah</strong> ini, diharapkan kita akan mengenal dengan jelas jati diri mereka dan pimpinan mereka.1<br />
<div style="text-align: justify;"><span id="more-722"></span><br />
Mirza Ghulam Ahmad dilahirkan di daerah Qadiyan, salah satu daerah di wilayah Punjab, di sebuah keluarga yang bekerja dengan setia pada penjajah Inggris. Dahulu ayahnya adalah salah satu pengkhianat muslimin. Dia melakukan makar terhadap muslimin serta membantu penjajahan Inggris guna memperoleh kedudukan. Ini sebagaimana disebutkan sendiri oleh Ghulam Ahmad dalam bukunya Tuhfah Qaishariyyah (hal. 15): “Sesungguhnya ayahku Ghulam Murtadha dahulu termasuk orang yang memiliki hubungan baik dan mesra dengan pemerintah Ingris. Ia punya posisi di kantor pemerintah. Ia membantu pemerintah (Inggris) saat orang-orang sebangsa dan seagamanya melawan Inggris, dengan bantuan yang baik pada tahun 1851 M. Dia bahkan membantu Inggris dengan 50 tentara dan 50 kuda darinya sendiri….”</div><a name='more'></a><br />
<div style="text-align: justify;"> Di masa remajanya, Ghulam Ahmad belajar sebagian buku-buku bahasa Urdu dan bahasa Arab dari ustadz-ustadz yang kurang dikenal. Juga belajar sedikit dari ilmu perundang-undangan, kemudian bekerja menjadi pegawai di Siyalkot dengan gaji hanya 15 Rupee per bulannya (hal. 278-279). Lalu dia meninggalkan pekerjaannya tersebut, sehingga menjadi pengangguran. Saat itu ia mulai mempelajari buku-buku agama Hindu dan Nashrani, karena dialog antar agama saat itu tengah ramai di India. Mayoritas muslimin menghormati ulama dan munadzir (ahli dialog) mereka serta membantu mereka sesuai kemampuan, dengan segala yang mereka miliki baik harta maupun jiwa. Sehingga Ghulam Ahmad di awal munculnya menampakkan bahwa dirinya adalah seorang pembela Islam. Dia pandang pekerjaan ini mudah baginya dan mulia. Ia juga bisa memperoleh harta dengan cara ini yang tidak dia peroleh dengan menjadi pegawai.</div><div style="text-align: justify;"> Maka yang pertama kali dia lakukan adalah mengumumkan perlawanannya terhadap agama Hindu. Iapun menulis beberapa makalah di sebagian surat kabar, disusul dengan memproklamirkan perlawanannya terhadap Nashrani. Sontak kaum muslimin mengarahkan perhatiannya kepadanya. Ini terjadi pada tahun 1877 M dan 1878 M.</div><div style="text-align: justify;"> Lalu ia mengumumkan bahwa dirinya telah memulai menulis kitab sebanyak 50 (limapuluh) jilid, membantah segala sanggahan orang kafir terhadap Islam. Oleh karenanya, hendaknya kaum muslimin segera menyumbangkan dananya agar segera tercetak. Saat-saat itu juga, ia mulai mengumumkan tentang karamah-karamahnya yang palsu, sehingga orang-orangpun menganggap ia bukan hanya sekadar orang berilmu tapi juga seorang wali. Maka segeralah muslimin mengirimkan dana yang cukup besar untuk mencetak kitab tersebut2.</div><div style="text-align: justify;"> Kemudian ia menerbitkan Juz pertamanya dengan judul Barahin <strong>Ahmadiyah</strong> pada tahun 1880 M. Tetapi isinya justru dipenuhi dengan pengumuman-pengumuman serta karamah-karamahnya. Lalu keluar juz kedua tahun 1882 M dan isinya tidak jauh dari yang pertama. Kemudian ia keluarkan juz ketiga tahun 1884 M, lalu juz keempat. Sesampainya kitab-kitab tersebut di tangan muslimin, mereka heran dan kecewa. Karena bukannya mengisi lembaran kitabnya dengan sanggahan orang-orang kafir dan bantahannya, tapi justru dengan karamah-karamah dan puja-pujian terhadap penjajah Inggris.</div><div style="text-align: justify;"> Ketika itu, para ulamapun paham bahwa sesungguhnya ia hanya menipu kaum muslimin. Yang patut disebutkan juga bahwa kitab yang dia janjikan 50 jilid itu ternyata tidak terbit kecuali hanya 5 jilid. Ketika ditanya tentang orang-orang yang telah menyumbang untuk mencetak kitabnya tersebut, ia hanya menjawab: “Tidak ada bedanya antara lima dan limapuluh kecuali hanya satu titik.”3</div><div style="text-align: justify;"> Alhasil, penjajah Inggris telah memanfatkannya dan menyuguhkan kepadanya segala yang istimewa dan berharga, sehingga iapun berkhianat sebagaimana ayahnya berkhianat. Namun pengkhianatan ayahnya hanya terhadap bangsa dan rakyat negaranya, tapi si anak ini berkhianat terhadap agamanya dan pemeluk agamanya. Akhirnya iapun bekerja atas gaji penjajah Inggris dan dengan bimbingan mereka.</div><div style="text-align: justify;"> Awal proklamasinya pada tahun 1885 M dengan pengakuan bahwa dirinya adalah seorang Mujaddid (pembaru). Lalu pada tahun 1891 M dia mengaku bahwa dirinya adalah Mahdi yang dijanjikan akan muncul. Pada tahun yang sama juga, dia mengaku bahwa dirinya Al-Masih Al-Mau’ud (yang dijanjikan), namun ia adalah nabi yang mengikuti nabi sebelumnya. Setelah itu, pada tahun 1901 M dia menyatakan bahwa dirinya adalah Nabi yang berdiri sendiri, yakni memiliki syariat tersendiri, bahkan lebih utama dari seluruh para Nabi dan Rasul.</div><div style="text-align: justify;"> Orang-orang yang berilmu sesungguhnya telah menduga kuat sebelum penobatan dirinya sebagai Nabi bahwa hal itulah sebenarnya yang dia inginkan. Akan tetapi Ghulam mengingkari hal itu dengan sekuatnya dan mengatakan: “Aku menyakini semua yang diyakini Ahlus Sunnah, sebagaimana aku meyakini bahwa Muhammad adalah penutup para nabi, dan barangsiapa yang mengaku kenabian setelahnya berarti dia kafir, dusta. Karena aku mengimani bahwa kerasulan dimulai dari Adam dan berakhir sampai Rasulullah.”4</div><div style="text-align: justify;"> Lalu sedikit meningkat dengan motivasi dari penjajah, sehingga dia mengatakan: “Aku bukan nabi, akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan aku muhaddats dan kaliim (yang diajak bicara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala) agar memperbarui agama Al-Mushthafa.”5</div><div style="text-align: justify;"> Lalu meningkat lagi secara bertahap, katanya: “Aku bukan Nabi, akan tetapi Muhaddats, dan Muhaddats itu berkekuatan nabi, bukan benar-benar Nabi.”6<br />
Lalu, “Muhaddats itu adalah Nabi yang kurang… seolah jembatan antara para Nabi dan umat-umat mereka.”7</div><div style="text-align: justify;"> Lebih dari itu, dia mengatakan: “Aku bukan Nabi yang menyerupai Muhammad atau aku datang dengan syariat yang baru, bahkan seluruh yang ada, aku adalah Nabiyyun muttabi’ (Nabi yang mengikuti).”8<br />
Lalu “Aku adalah Al-Masih yang Rasul beritakan tentangnya.”9</div><div style="text-align: justify;"> Pada akhirnya mengatakan: ”Demi Allah Yang rohku pada genggaman-Nya, Dialah yang mengutus aku dan menamaiku dengan Nabi… dan menampakkan untuk kebenaran pengakuanku, ayat-ayat nyata yang jumlahnya mencapai 300 ribu bukti.”10</div><div style="text-align: justify;"> Padahal dia yang mengatakan sebelum itu: “Tidaklah ada yang mengaku sebagai Nabi setelah Muhammad kecuali dia adalah saudara Musailamah Al-Kadzdzab, kafir, orang yang jelek”11</div><div style="text-align: justify;"> Dia juga mengatakan: “Kami melaknat orang yang mengaku nabi setelah Muhammad.”12<br />
Dengan demikian Mirza Ghulam Ahmad adalah terlaknat, kafir, pendusta dan sangat jelek, berdasarkan persaksiannya sendiri.</div><strong>Satu Contoh Kenabian Ghulam Ahmad</strong><br />
Seorang Nabi tentu membawa berita-berita kenabian, karena Nabi berarti pembawa berita dari Allah Subhanahu wa Ta’ala (lihat Al-Qamus Al-Muhith). Berita tersebut sebagai bukti akan kebenaran kenabian yang dia klaim. Itulah pula yang dilakukan oleh Nabi kita Muhammad bin Abdillah Al-Qurasyi. Sebagai salah satunya adalah berita akan munculnya para pendusta yang mengaku Nabi, dan itu telah terbukti. Berita tersebut hanya salah satu dari sekian banyak berita kenabian beliau. Para ulama telah membukukannya dalam karya-karya mereka yang mereka beri judul Dala`il An-Nubuwwah, semacam yang ditulis oleh Al-Imam Al-Baihaqi rahimahullah<br />
Lalu bagaimana dengan Nabi <strong>Ahmadiyah</strong> ini? Kami akan berikan salah satu contoh berita kenabiannya, yang ia jadikan sebagai tolok ukur kebenaran kenabian atau kedustaannya.<br />
Alkisah, salah seorang kerabat Ghulam Ahmad bernama Ahmad Bik suatu saat memerlukan bantuan Ghulam karena suatu masalah yang dia alami. Ghulam pun mengatakan: “Aku akan membantumu dengan syarat kamu nikahkan aku dengan anak perempuanmu, Muhammadi Baijum.”<br />
Usia Ghulam ketika itu di atas 50 tahun dan dalam kondisi banyak mengidap penyakit. Ahmad Bik pun tidak menerima syarat tersebut, sehingga beranglah Ghulam Ahmad karena penolakan itu. Mulailah ia mengancam Ahmad Bik. Begitu kasmarannya terhadap si wanita tersebut sampai ia mengatakan: “Sesungguhnya Allah memperlihatkan kepadaku dalam bentuk (wahyu) kenabian, bahwa anak perempuan Ahmad Bik menikah denganku. Padahal keluarganya tidak setuju dan melarang. Akan tetapi Allah menikahkannya denganku dan menghilangkan segala penghalang. Tidak seorangpun yang dapat menghalangi terwujudnya pernikahan ini.” (Izalatul Auham hal. 396 karya Ghulam Ahmad)<br />
<div style="text-align: justify;"> Lebih dari itu bahkan dia mengatakan: “Bila berita kenabian ini tidak terwujud, maka aku menjadi yang terjelek dari orang-orang yang jelek, wahai orang-orang yang dungu.”</div><div style="text-align: justify;"> Dalam masa penantian terwujudnya “berita kenabian” itu, Ghulam terus berusaha merayu Ahmad Bik dengan berbagai macam janji dan pengharapan. Sehingga ia menulis surat kepada Ahmad Bik yang berisi: “Saudaraku yang mulia Ahmad Bik, semoga Allah berikan keselamatan kepadamu. Saat ini aku baru saja selesai dari amalan muraqabah, sehingga aku tidur dan aku melihat bahwa Allah memerintahkan aku agar memperlihatkan kepadamu dengan syarat kamu nikahkan aku dengan anak perempuamu yang besar dan masih perawan, agar kamu berhak mendapatkan kebaikan-kebaikan dari Allah, barakah-barakah-Nya, nikmat-nikmat-Nya serta kemuliaan dari-Nya, serta memberikan kepadamu jalan keluar dari kesulitan dan musibah. Tapi, jika kamu tidak memberikan anak perempuanmu kepadaku maka engkau akan menjadi sasaran peringatan dan hukuman.</div><div style="text-align: justify;"> Aku sampaikan juga kepadamu apa yang Allah perintahkan kepadaku agar kamu mendapat nikmat Allah dan pemuliaan-Nya, dan agar Ia bukakan untukmu perbendaharaan-perbendaharaan nikmat… Aku juga siap untuk menandatangani perjanjian yang kamu bawa kepadaku. Lebih dari itu, seluruh milikku untukmu dan untuk Allah. Demikian juga, aku siap membantu anakmu Aziz Bik untuk mendapatkan pekerjaan di kepolisian, sebagaimana aku akan nikahkan dia dengan anak perempuan seorang yang kaya raya dari muridku.”13</div><div style="text-align: justify;"> Ketika ia melihat bahwa rayuan-rayuan tersebut tidak membuahkan apapun maka ia mulai merendah dan meminta-minta belas kasihan Ahmad Bik. Ia tuliskan dalam surat berikutnya: “Aku berharap darimu dengan penuh adab dan segala kelemahan, agar kamu terima pernikahanku dengan anak perempuanmu, karena pernikahan ini pasti menyebabkan keberkahan dan membukakan untuk kalian pintu-pintu rahmat, yang tidak tergambar oleh kalian. Barangkali kalian juga tahu bahwa berita kenabian ini telah tersebar luas di kalangan ribuan manusia bahkan ratusan ribu manusia. Dunia pun melihat realisasi dari kenabian ini. Ribuan orang-orang Kristen juga berharap agar kenabian ini tidak terealisasi, sehingga mereka menertawakan kita. Namun Allah akan menghinakan mereka dan menolong aku. Oleh karena itu, aku berharap darimu agar membantu aku dalam merealisasikan kenabian ini.”</div><div style="text-align: justify;"> Ternyata upaya inipun tidak membuahkan hasil. Maka ia berusaha mencari jalan lain dengan cara memaksa dua anaknya untuk membantu memaksa Ahmad Bik, yaitu Sulthan Ahmad dan Fadhl Ahmad. Bila tidak, maka mereka berdua diharamkan dari warisan. Bahkan istrinya juga diancam untuk diceraikan bila tidak membantu. Dia katakan: “Bila anak perempuan Ahmad Bik menikah dengan seseorang selainku, maka hari itu juga Sulthan Ahmad haram dari warisanku, dan dia tidak lagi punya hubungan denganku serta ibunya kuceraikan. Adapun anakku Fadhl Ahmad, ia juga haram dari warisanku bila ia tidak menceraikan istrinya, yaitu anak perempuan dari saudara perempuan Ahmad Bik, dan tidak ada lagi hubungan denganku seperti halnya saudaranya, Sulthan Ahmad.”14</div><div style="text-align: justify;"> Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala berkehendak lain untuk membuktikan <strong>imitasi kenabiannya</strong>. Gadis dambaan Ghulam Ahmad itupun akhirnya menikah dengan seorang militer bernama Sulthan Bik. Akhirnya, kesedihan yang dalam dan penyesalan yang tiada terukur menyelimuti pembawa berita kenabian palsu itu. Laknat dan doa jelek pun dia tuai karena dia sendiri yang menanamnya: “Bila berita kenabian ini tidak terwujud maka aku menjadi yang terjelek dari orang-orang yang jelek, wahai orang-orang yang dungu.”</div><div style="text-align: justify;"> Namun tanpa rasa malu, ia tetap bersikukuh akan kebenaran berita kenabian itu. Sehingga ia menuliskan: “Aku memohon kepada Allah dengan sungguh-sungguh di hadapan-Nya, sehingga aku diberi ilham, ‘Niscaya aku akan perlihatkan kepada mereka ayat-ayatku, bahwa wanita ini akan menjanda dan suaminya akan mati, demikian pula ayahnya. Dalam kurun waktu 3 tahun lagi, wanita itu akan kembali kepadaku dan tidak seorangpun mampu menghalangi.”15</div><div style="text-align: justify;"> Dia juga mengatakan: “Demi Allah yang mengutus Muhammad dengan kebenaran. Ini jujur, ini benar, bahwa wanita itu menikah denganku, DAN AKU JADIKAN BERITA INI SEBAGAI TOLOK UKUR KEJUJURAN ATAU KEDUSTAANKU. Tidaklah kukatakan ini melainkan setelah Allah beritakan kepadaku tentangnya.”</div><div style="text-align: justify;"> Waktu berjalan. Hari berganti hari. Namun sampai waktu yang dijanjikan bahkan melebihinya, sang suami tak kunjung mati walau hidupnya di bawah desingan peluru dan mortir. Suatu keadaan yang membuat pengaku nabi ini semakin gundah. Tertuang padanya berbagai laknat dan cercaan, sehingga ia berdoa: “Akhirnya aku memohon kepada Allah, wahai Ilah, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Berilmu, jika berita kenabian tentang pernikahan dengan anak perempuan Ahmad Bik ini dari sisi-Mu maka wujudkanlah, agar menjadi hujjah atas makhluk-Mu, dan agar Engkau bungkam dengannya mulut-mulut orang yang hasad dan jelek. Jika KENABIAN INI BUKAN DARI-MU ya Allah, maka binasakan aku dalam keadaan hina dan merugi. Dan jadikan aku terlaknat dalam pandangan-Mu.”16</div><div style="text-align: justify;"> Sungguh-sungguh terjadi, doa itu bagai bumerang buatnya. Sampai ajal menjemput Ghulam Ahmad dalam keadaan yang menghinakan, suami Muhammadi Baijum masih tetap menghirup udara dan tetap berada di samping sang istri, bahkan hidup sampai lebih dari 40 tahun sepeninggal Nabi palsu yang terbongkar kepalsuannya dengan persaksiannya sendiri.<br />
Sungguh ini merupakan pukulan telak bagi <strong>Ahmadiyah</strong>, yang mereka tidak mendapatkan jalan keluar darinya.</div><div style="text-align: justify;"> Asy-Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir menyebutkan sampai 10 berita kenabian palsu semacam ini dalam makalahnya Al-Mutanabbi Al-Qadiyani wa Tanabbu`atuhu. Tentunya jumlah itu bukan sebagai pembatas. Namun, adakah bukti kepalsuan ini mendapatkan tempat di hati pada pengikut <strong>Ahmadiyah</strong>?</div><div style="text-align: justify;"> Ternyata tidak, kecuali bagi mereka yang mendapat rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena yang buta sesungguhnya bukanlah mata mereka, tapi kalbu mereka.<br />
_______________________<br />
1 Pembahasan berikut ini diringkas dari kumpulan makalah Asy-Syaikh Prof. Ihsan Ilahi Zhahir, seorang ulama besar di Pakistan.<br />
2 Bisa dilihat pengumuman-pengumuman tersebut dalam Tabligh Risalat kumpulan pengumuman Ghulam Al-Qadiyani juz 1 hal. 25 dan Tabligh Risalat Juz 2 hal: b dan Juz 1 hal. 13.<br />
3 Yakni angka nol dalam tulisan Arab adalah titik. Hanya itu bedanya. Pernyataannya tercantum dalam يقدمه براهين أحمد juz 5 hal 7.<br />
4 I’lanul Ghulam, pernyataan Ghulam tanggal 12 Oktober 1891, dalam kumpulan Tabligh Risalat juz 2 hal. 2.<br />
5 Mir`aat Kamalaat Al-Islam hal. 383<br />
6 Himayat Al-Busyra, karya Ghulam hal. 99<br />
7 Izalatul Auham, karya Ghulam hal. 529<br />
8 Titimmatu Haqiqatul Wahyi, karya Ghulam hal. 86<br />
9 Izalatul Auham, karya Ghulam hal. 683<br />
10 Titimmatul Wahyi, karya Ghulam hal. 68<br />
11 Anjam Aatsim, karya Ghulam hal. 28<br />
12 Pernyataan Ghulam dalam Tabligh Risalat juz. 6 hal. 2.<br />
13 Surat Ghulam Al-Qadiyani kepada Ahmad Bik, dinukil dari غيب نوشته hal. 100 tanggal 20 Februari 1888 M.<br />
14 Pengumuman Ghulam Ahmad 2 Mei 1891 dinukil dari Tabligh Risalat, 2/9.<br />
15 Ilham Ghulam Ahmad, dinukil dari غيب نوشته<br />
16 Pengumuman Ghulam Ahmad pada 27 Oktober 1894 M dalam Tabligh Risalat, karya Qasim Al-Qadiyani, 3/186.</div><div style="text-align: justify;"> </div>http://asysyariah.com/print.php?id_online=676Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3421279525660568767.post-25634724568119421542011-02-13T08:18:00.000+07:002011-02-13T08:18:31.968+07:00Ahmadiyah Agama Baru, Nabi Palsu<div style="text-align: justify;">Penulis: Redaksi Asy-Syariah<br />
<br />
</div><div style="text-align: justify;">Dengan alasan melindungi keragaman, beberapa pihak berupaya melakukan pembiaran terhadap tumbuh dan berkembangnya Ahmadiyah saat isu terkait aliran itu memuncak beberapa waktu silam. Setiap manusia, dalih mereka, mempunyai hak untuk meyakini ajaran yang dianutnya, bahkan setiap orang punya hak untuk tidak beragama sekalipun. Dengan cara pandang ini, para tokoh pembela (yang sayangnya sebagian dari mereka disebut tokoh Islam) hendak menyatakan bahwa hak hidup hanya dimiliki oleh kalangan sesat serta kaum atheis.<span id="more-715"></span><br />
Entah lupa atau pura-pura lupa (atau bisa jadi memang bodoh), para pembela Ahmadiyah seakan menafikan hak umat Islam untuk hidup tanpa diganggu berbagai ajaran yang merusak, sesat serta menyesatkan. Lebih-lebih aliran seperti Ahmadiyah dan juga Salamullah, Al-Qiyadah Al-Islamiyah, Baha’iyah, dll, semuanya mengatasnamakan Islam, menggunakan simbol Islam serta mendakwahkan agamanya kepada umat Islam. Lantas bagaimana bisa kita bicara “hak” sementara apa yang disebut “hak” itu justru merupakan pelanggaran hak (baca: penistaan) pihak lain?</div><a name='more'></a><br />
<div style="text-align: justify;"> Arah dari tuntutan nyeleneh yang didesakkan para pengusung pluralisme itu sesungguhnya bisa ditebak, umat Islam diajak untuk meragukan finalitas kenabian Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahwa ayat atau hadits yang menyebut bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penutup para nabi masih perlu ditafsir ulang. Karena, menurut kalangan Islam Liberal, klaim tentang nabi terakhir bisa dilakukan siapa saja.</div><div style="text-align: justify;"> Betapa lancangnya omongan semacam itu. Kalau logika seperti ini kita amini, maka kita pun akan membenarkan bahwa “siapa tahu” Allah Subhanahu wa Ta’ala pun, selain mengutus Mirza Ghulam Ahmad, juga benar-benar mengutus Mirza Hussein (pengikutnya menyebut dia Baha’ullah), Lia Aminudin, Ahmad Mushaddeq, Ahmad Sayuti (“nabi” palsu asal Bandung), Rusmiyati (“nabi” asal Madiun), Djanewar (“nabi” kepala sekolah asal Jambi) dan “nabi-nabi” lainnya.</div><div style="text-align: justify;"> Kalau kita hanya bicara kemungkinan dan tanpa dalil, mengapa tidak mengatakan “siapa tahu” para nabi palsu yang disebut di atas tak lebih dari orang-orang yang mengalami delusi atau waham kebesaran (delusion of grandiosty), gangguan jiwa yang ditandai dengan pengakuan sebagai nabi, malaikat, Imam Mahdi, atau tokoh-tokoh yang dianggap berpengaruh?</div><div style="text-align: justify;"> Mirza Ghulam Ahmad dengan Ahmadiyah-nya mungkin sudah besar dan tersebar di berbagai belahan dunia, sehingga sudah demikian kabur antara paham dan waham. Namun bayangkan jika “Ahmadiyah” itu masih berupa tunas atau bibit sekelas ajarannya Ahmad Sayuti, Rusmiyati, Djanewar, Lia Aminudin, dan yang agak besar sebangsa Ahmad Mushadeq? Tentu hanya orang-orang yang minim akal sehat saja yang meyakini atau (dengan berlagak moderat) membela ajaran mereka.</div><div style="text-align: justify;"> Namun bagaimanapun, fenomena bermunculannya nabi-nabi palsu itu telah menjadi keniscayaan. Sebagaimana ini telah disebut dalam hadits sendiri. “Tidak tegak hari kiamat hingga dimunculkan para dajjal dan pendusta yang berjumlah kurang lebih tiga puluh yang seluruhnya mengaku bahwa dia adalah utusan Allah.” (HR. Al-Bukhari no. 3413, Muslim no. 2923)</div><div style="text-align: justify;"> Makanya sebagai muslim, kita mesti menyikapi fenomena itu secara ilmiah (baca: dengan ilmu), bukan secara emosional, terlebih berujung pada tindak anarkis. Tindakan anarkis hanya justru menyuburkan pembelaan dan simpati, serta memperkokoh eksistensi mereka. -Meski tentu tak menutup kemungkinan ada pihak-pihak yang mengatasnamakan Islam kemudian melakukan aksi-aksi perusakan-.</div><div style="text-align: justify;"> Tegasnya, ilmu akan menjadi benteng yang kokoh untuk membendung ajaran mereka. Agar kita pun bisa berakal sehat, sehingga tidak mempan dibodohi oleh ajaran orang-orang yang tidak sehat. Dan juga jika berbenteng ilmu agama, tentu segala “pengakuan nabi” itu menjadi lelucon belaka. Namun jika kaum muslimin tidak berbekal ilmu, tentu hanya soal waktu bertumbuhnya agama baru dan nabi palsu!</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3421279525660568767.post-67971553041379184512011-02-07T21:13:00.000+07:002011-02-07T21:13:51.398+07:00Kezuhudan Dan Kesederhanaan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam<div style="text-align: justify;">Beliau shallallahu 'alaihi wasallam adalah orang yang paling zuhud di dunia ini dan paling cinta dengan kehidupan akhirat. Allah Ta’ala pernah memberikan pilihan padanya antara menjadi ‘seorang raja dan nabi’ atau ‘seorang hamba Allah dan utusan Allah’, maka beliau pun memilih untuk menjadi ‘seorang hamba Allah dan utusan Allah’.</div><a name='more'></a><div style="text-align: justify;">Allah Ta’ala juga pernah memberinya pilihan antara hidup di dunia ini dengan hidup sesukanya atau memilih yang ada di sisi Allah, beliau pun memilih apa yang berada di sisi-Nya.</div><div style="text-align: justify;">Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku pernah masuk menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, pada saat beliau berada di atas tempat tidurnya berselimutkan sebuah kain tenunan yang sempit, dan di bawah kepalanya terdapat bantal dari kulit yang berisi serabut. Kemudian sekelompok orang datang menemui beliau, dan Umar juga masuk menemuinya. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun membalikkan badannya, sehingga Umar tidak melihat kain yang berada di antara sisi beliau shallallahu 'alaihi wasallam dan kain selimut. Dan kain selimut tersebut telah membuat bekas di pinggang Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka Umar pun menangis. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepadanya:</div><div style="text-align: justify;">((مَا يُبْكِيكَ يَا عُمَرُ؟)) قَالَ: وَاللهِ إِلاَّ أَنْ أَكُوْنَ أَعْلَمُ أَنَّكَ أَكْرَمُ عَلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ كِسْرَى وَقَيْصَرَ، وَهُمَا يَعْبَثَانِ فِي الدُّنْيَا فِيْمَا يَعْبَثَانِ فِيْهِ، وَأَنْتَ يَا رَسُوْلَ اللهِ بِالْمَكَانِ الَّذِي أَرَى! فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((أَمَا تَرْضَى أَنْ تَكُوْنَ لَهُمُ الدُّنْيَا وَلَنَا اْلآخِرَةُ؟)) قَالَ عُمَرُ: بَلَى، قَالَ: ((فَإِنَّهُ كَذَلِكَ))</div><div style="text-align: justify;">“Apa yang telah membuatmu menangis, wahai Umar?" Umar menjawab: “Demi Allah, tidak ada wahai Rasulullah, hanya saja aku mengetahui bahwa engkau adalah orang yang paling mulia di sisi Allah ‘Azza wa Jalla dari Kisra Persia dan Kaisar Romawi. Keduanya selalu bermain-main di dunia ini, sedangkan engkau wahai Rasulullah, berada di tempat yang aku lihat (seperti ini).” Nabi pun berkata: "Apakah engkau tidak rela, kalau dunia ini bagi mereka dan akhirat bagi kita?" Umar menjawab: “Tentu saja, (wahai Rasulullah).” Beliau berkata: "Sesungguhnya itu memang demikian."<a href="http://draft.blogger.com/post-create.g?blogID=3421279525660568767#_ftn1">[1]</a></div><div style="text-align: justify;">Inilah untaian mutiara akhlak Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, maka jadikanlah akhlak tersebut sebagai lentera penerangan yang dengannya kalian akan meneladaninya dan mengambil petunjuk beliau shallallahu 'alaihi wasallam dan berjalanlah sesuai di atas manhajnya, sehingga kalian akan mendapat petunjuk. Karena Allah telah mentabiatkan beliau pada akhlak yang mulia dan Dia menyuruh kita untuk meeladaninya. Allah Ta’ala berfirman:</div><div style="text-align: justify;">{فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتََدُون}</div><div style="text-align: justify;">“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk.” (Al-A'raf: 158)</div><div style="text-align: justify;">Semoga Allah memberikan kami dan kalian semua kecintaan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ini. Dan semoga Dia memberi kita taufik untuk mengikuti sunnah dan petunjuk beliau shallallahu 'alaihi wasallam sampai kematian menjemput kita semua. Dan semoga keselamatan atas para rasul. Dan segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.</div><br />
<div style="text-align: justify;"><br />
<hr size="1" /><a href="http://draft.blogger.com/post-create.g?blogID=3421279525660568767#_ftnref1">[1]</a> HR. Ahmad 3/139, dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya 6362.<div><br />
(Sumber: Makarimul Akhlaq Karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin)</div></div>Unknownnoreply@blogger.com0